Salin Artikel

159 Warga Purwakarta Diduga Keracunan, Korban Cium Bau dari Daging Hidangan Hajatan

KOMPAS.com - Warga Desa Pasirmunjul, Kecamatan Sukatani, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat (Jabar), yang menjadi korban diduga keracunan mencapai 159 orang.

Ratusan orang itu mengalami gejala keracunan berupa mual, muntah, pusing, diare, dan sesak napas setelah menyantap hidangan di acara sunatan yang digelar oleh salah satu warga, pada Minggu (5/5/2024) siang.

Petugas BPBD Kabupaten Purwakarta, Ahmad Sidiq mengatakan, para korban saat ini telah mendapat penanganan medis di dua fasilitas kesehatan.

"(Korban) Mendapatkan perawatan medis di dua tempat, yakni di Puskesmas Sukatani dan RSUD Bayu Asih," kata Ahmad, Senin (6/5/2024), dikutip dari TribunJabar.id.

"Mayoritas yang mengalami keracunan rata-rata remaja. Makanannya disajikan di pesta sunatan," sambungnya.

Cium bau tidak sedap di daging

Salah satu warga yang menjadi korban, Sumiati mengaku, dia mencium aroma tidak sedap dari daging bertekstur hancur yang disuguhkan di acara tersebut.

"Masih lemes, sebenarnya saya tidak diundang, cuma kakak bawa besek, saya yang makan. Memang dagingnya pas dimakan agak bau," ujar Sumiati.

"Saya bilang ke si teteh, bentuk dagingnya agak hancur, saya kira masaknya terlalu lama, kata teteh, "jangan dimakan kalau bau takut jadi penyakit", kata saya, "ah rasanya enak teh cuma baunya agak beda"," jelasnya.

Dia memastikan, sebelum menyantap makanan itu dia dalam kondisi sehat dan belum makan makanan lain. 6 jam kemudian, Sumiati merasa sangat pusing, sakit perut, dan sering buang air besar.

"Setelah shalat maghrib, perut kayak dipelintir, sakit banget, berdiri langsung keringat dingin, kayak mau muntah, tapi saya tidak muntah, ke kamar mandi tiga kali, langsung dibawa ke puskesmas," ucap Sumiati.

"Pas makan lagi sehat, malah saya habis (menghadiri) undangan di Plered tapi tidak makan, pas pulang main ke rumah kakak, makan (besek) undangan dari situ, saya saja yang makan, langsung kayak gini," lanjutnya.

Menurutnya, dari semua menu makanan yang ada dalam bungkus tersebut, hanya daging yang terasa aneh.

"Di besek ada nasi, soun (bihun), sama daging. Kalai soun normal, cuma dagingnya bau dan hancur," ungkapnya.

Sementara itu, menurut warga lain yang mengalami gejala serupa, Asep mengungkapkan bahwa dia menyantap hidangan hajatan berupa daging, sayur sop, serta karedok pada acara tersebut.

"Makan itu jam satu siang, baru terasa (gejala keracunan) pas maghrib. Mual, terus mules, pusing, pokoknya perut sakit, sama napas itu sesak," tutur Asep, Minggu (5/5/2024).

"Pas makan tidak ada yang aneh, tapi pas maghrib baru perut terasa sakit sampai bolak-balik kamar mandi," imbuhnya.

Diselidiki polisi

Kasat Reskrim Polres Purwakarta, AKP Muchammad Arwin Bachar menegaskan, pihaknya kini menyelidiki kasus dugaan keracunan massal di Desa Pasirmunjul.

"Sampai saat ini masih dilaksanakan penyelidikan lebih lanjut oleh Satreskrim Polres Purwakarta dan Polsek Sukatani," tegasnya.

Dia menyampaikan, pihak kepolisian juga telah mengamankan barang bukti berupa sampel makanan beserta wadahnya yang diduga menjadi penyebab keracunan massal.

"Kami juga sudah melakukan pengecekan TKP dan meminta keterangan dari sejumlah warga. Alhamdulillah para korban sudah mulai membaik. Kini kami masih dalami penyebab keracunan tersebut," pungkasnya.

https://bandung.kompas.com/read/2024/05/06/145740178/159-warga-purwakarta-diduga-keracunan-korban-cium-bau-dari-daging-hidangan

Terkini Lainnya

Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Regional
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com