Misalnya lima buruh bangunan rekan Pegi Setiawan alias Perong, tersangka pembunuhan Vina dan Eky, yang juga ikut bersaksi.
Mereka adalah Suharsono (40), Suparman (40), Sandi Ibnu Zalil (33), Mulyadi (40), dan Robi Setiawan yang juga adik Pegi.
Mereka menyatakan bahwa Pegi berada di Bandung saat peristiwa itu terjadi.
Suharsono dan keempat rekannya merasa takut karena harus berhadapan dengan polisi selama berjam-jam.
Bahkan, telepon genggam Suparman dan Suharsono sempat diambil polisi untuk diperiksa.
Untungnya, kuasa hukum Pegi selalu mendampingi mereka, termasuk mengantakan ke Kepolisian Daerah Jabar.
”Awalnya saya juga takut waktu diminta Ibu Pegi (Kartini) jadi saksi. Sayanya takut salah ngomong,” ujar Ibnu dikutip dari Kompas.id.
Namun, dia ingin mengungkap kebenaran bahwa keponakannya itu bukan pembunuh.
Tidak hanya polisi, pria yang tidak tamat sekolah dasar ini juga harus berhadapan dengan kamera.
Sebuah stasiun televisi memanggilnya ke Jakarta. Di sana, dia beradu argumen dengan pengacara dan pengamat hukum terkenal.
”Saya dua kali ke kamar mandi, pipis,” katanya tertawa.
Dia paham tak selevel dengan narasumber di televisi itu karena hanyalah seorang buruh bangunan yang putus sekolah. Namun, bukan berati kesaksiannya tidak benar.
”Saya dibilang bohong. Padahal, saya sudah bicara yang sebetulnya, apa adanya. Pegi itu enggak salah,” katanya.
Di sisi lain, dia merasa beken setelah tampil di televisi. Sejumlah orang yang bertemu dengannya sontak menyapanya. Bahkan, ada pembuat konten yang ingin merekamnya.
Namun, dia menolak, sesuai arahan kuasa hukum Pegi. Sebab, ada pihak yang hanya menyiarkan kekurangannya.
Suroto merupakan orang yang pertama kali menemukan jenazah Vina dan Eky pada 27 Agustus 2016 di bawah flyover. Setelah muncul ke publik, agenda Suroto padat.
Misalnya saja pada Jumat (7/6/2024), dia diminta menjadi narasumber Dedi Mulyadi, politisi sekaligus Youtuber pembuat konten soal kasus pembunuhan Vina.
Siangnya, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) yang menemui Suroto.
Setelah itu, sejumlah awak media mewawancarainya tentang perjumpaannya dengan LPSK.
Di sore hari, dia memenuhi panggilan siaran langsung salah satu media televisi.
Malam harinya, Suroto masih harus mengikuti acara di salah satu hotel. Namun, di mana lokasinya dan apa kegiatannya, ia tak ingin menyebutkan.
Sehari sebelumnya, Kamis (6/6/2024), agendanya tidak kalah sibuk. Pagi hari, sejumlah wartawan telah menunggunya di balai desa untuk wawancara.
Siang hari, dia ke Jembatan Layang Talun, lokasi penemuan Vina dan Rizky pada 2016. Sore hingga malam hari, dia ”hilang”.
Teleponnya tak bisa dihubungi. Ternyata, Suroto diminta tampil di dua stasiun televisi nasional.
”Saya ’disekap’ di hotel untuk live (siaran langsung). Jadi, selesainya itu pukul 21.00. Saya langsung diantar pulang ke rumah setelah itu,” ungkapnya.
Dalam kasus ini, Suroto dua kali dijadikan saksi di persidangan.
”Saya juga ikut sidang dua kali (tahun 2017). (Keterangan) Sama seperti ini, enggakdirekayasa, apa adanya,” ujarnya.
Meski demikian, dia mengaku khawatir akan mendapatkan tekanan dari pihak tertentu. Itu sebabnya dia melapor ke LPSK.
Namun, dia mulai merasa risi karena kerap jadi perhatian orang lain.
”Padahal, saya sudah pakai masker, sama saja masih ketahuan. Apa saya harus pakai topeng?” ujarnya.
Beberapa kali wartawan juga mendatanginya. Saking seringnya diwawancarai, suaranya sampai serak.
Namun, Marliyana mengapresiasi perhatian publik terhadap kasus pembunuhan adiknya, termasuk munculnya sejumlah saksi baru.
”Dulu juga kita nyari saksi susah banget. Sekarang, banyak. Bagus kalau (keterangan saksinya) searah. Tapi, ini tidak searah,” ungkapnya.
Misalnya, keterangan sejumlah saksi yang menyatakan dua DPO hanyalah fiktif. Padahal, nama DPO itu merupakan fakta persidangan.
Artikel ini telah tayang di Kompas.id dengan judul:Kisah Saksi Kasus Vina Cirebon, dari Ketakutan hingga Jadi Beken
https://bandung.kompas.com/read/2024/06/10/195824778/jadi-terkenal-saksi-kasus-vina-ketakutan-diperiksa-polisi-dan-lelah-dikejar