Selain menimbun atau membakar sampah, Asih masih membuang sampah di aliran sungai Cikeruh yang merupakan anak Sungai Citarum.
Dalam sepekan, ada saja sampah rumah tangga yang dibuang ke sungai.
"Kalau dibilang sering sih enggak, tapi ada aja sehari atau dua hari yang dibuang ke sana," ujarnya saat ditemui di kediamannya, Kamis (13/6/2024).
Asih tak menyangkal yang dilakukannya menyalahi aturan.
Namun, hal itu dilakukannya lantaran akhir-akhir ini, pengangkutan sampah di lingkungannya lambat.
Namun, dia mengaku volume sampah yang dibuang ke sungai tak terlalu banyak.
"Kalau buang sampah ke sana (sungai), dibilang sudah lama enggak juga. Ini mah kalau lama pengangkutan, kadang saya sudah buang saja sebagian ke sana (sungai)," katanya.
Biasanya, sampah yang dibuang Asih ke aliran Sungai Cikeruh, berupa sampah organik, seperti sisa makanan atau nasi, dan sampah plastik bekas jajan anak.
Sampah yang dibuang Asih ke sungai, terlebih dahulu dimasukkan ke dalam kantong plastik atau karung berukuran kecil.
Terkadang, sampah berukuran besar, seperti bekas kaki-kaki kursi atau potongan kayu, juga dibuang ke sungai.
Tindakan itu, kata Asih, juga dilakukan warga sekitar.
"Jadi enggak saya aja di sini yang seperti itu, ada juga yang lain," terangnya.
Jika petugas pengangkut sampah di lingkungan terlambat atau tidak mengangkut sama sekali, suami Asih kerap membakarnya di halaman rumah.
Asih mengaku keterlambatan pengangkutan sampah menjadi alasan kuat dia dan beberapa warga lainnya masih membuang sampah ke sungai.
Padahal, warga dalam sebulan selalu membayar iuran sampah sebesar Rp 20.000.
"Kalau dibilang enggak ada iuran, enggak mungkin, ya ada dong tiap bulan. Sampah diangkutnya setiap hari Rabu, tapi kita juga pingin atuh komplain dan nanyain, kenapa sekarang kadang diangkut kadang enggak, ini kan numpuk di rumah," kata Asih.
Untuk diketahui, Sungai Cikeruh merupakan anak Sungai Citarum yang melintasi tujuh desa di beberapa kecamatan di Kabupaten Bandung.
Ke tujuh desa itu, yakini Bojongloa, Rancaekek Wetan, Rancaekek Kulon, Cileunyi Wetan, Cileunyi Kulon, Rancabango, dan Cibiru Hilir.
Pada Juli 2023, salah satu komunitas yang fokus pada lingkungan, Pandawara Group, pernah mengunggah kondisi Sungai Cikeruh yang penuh dengan sampah.
Beberapa hari usai unggahan itu, Pandawara Group dan steakholder lainnya, langsung terjun untuk membersihkan sampah.
Sampah kecil dibuang ke sungai
Pengalaman lain datang dari Emar (48), warga Kecamatan Bojongsoang, Kabupaten Bandung.
Ia hampir setiap hari membuang sampah ke aliran Sungai Cikeruh.
Aktivitas itu dilakukan secara diam-diam. Kadang dia membuang pagi hari dan saat jam makan siang sekitar pukul 12.00 atau pukul 13.00 WIB.
Sampah yang dibuang berjenis sampah plastik dan sisa makanan yang diberikan ke ayam peliharaannya.
"Ya gitu, pagi lah seringnya mah, kalau siang mah bekas makan ayam yang dibuang," ujar Emar.
Saat ditanya yang dilakukannya akan berdampak pada orang banyak, wanita paruh baya itu hanya tersenyum.
Emar mengaku jumlah sampah yang dibuangnya tidak terlalu banyak. Biasanya, dia memungut sampah yang ada di depan rumah atau di jalan.
Emar menilai yang dilakukannya tidak seberapa. Sebab, dia masih membuang sampah ke kendaraan pengangkut sampah milik tetangganya.
"Kalau sampah yang gede-gede yang dimasukin ke plastik mah dibuang ke roda (pengangkut sampah motor). Itu kan tetangga saya, kebetulan kerjanya pengakut sampah di kecamatan. Suka dibawa ke rumah dia, jadi saya kadang langsung buang ke situ kalau sampah yang gede. Yang kecil mah ya ke sungai saja," terangnya.
Pada 2022, Badan Statistik Indonesia (BPS) melakukan survei kepada 65,54 persen dari total 75.000 sampel rumah tangga terkait pengelolaan sampah yang berdampak pada lingkungan.
Data tersebut menyebutkan, 12,86 persen warga masih menimbun sampah dan hal itu berdampak pada pencemaran udara.
Selain itu, masih ada warga yang menangani sampah dengan membuang ke sungai atau selokan atau saluran air, sebanyak 7,96 persen.
Ada juga dibuang ke sembarang tempat sebesar 7,33 persen.
BPS menjelaskan, pola data menunjukkan hubungan yang terbalik antara pengelolaan sampah dengan cara dibakar, ditimbun, dibuang ke sungai atau selokan air, dan dibuang sembarangan dengan status ekonomi.
Semakin rendah status ekonomi rumah tangga, persentase rumah tangga yang belum melakukan pengelolaan sampah menunjukkan peningkatan.
Sementara penanganan yang lebih aman, seperti diangkut petugas dipilih oleh 26,56 persen.
BPS menyebut, persentase pengangkutan di daerah perkotaan sepuluh kali lipat lebih tinggi dibandingkan dengan perdesaan.
https://bandung.kompas.com/read/2024/06/13/143556378/yang-buang-sampah-ke-sungai-bukan-saya-saja-yang-lain-juga