Salin Artikel

Tingkatkan Kualitas, Petani di Kabupaten Bandung Beralih ke Pupuk Organik

BANDUNG, KOMPAS.com - Sebagian petani di Kabupaten Bandung, Jawa Barat, mulai menggunakan pupuk organik.

Meski pupuk tersebut terbilang mahal, namun kualitas padi yang dihasilkan memiliki daya jual lebih tinggi dibanding hasil panen yang menggunakan pupuk kimia.

Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Bandung, Ningning Hendarsah mengatakan, penggunaan pupuk organik memang menarik bagi para petani, apalagi melihat kualitas padi yang dihasilkan.

Menurutnya, Pemerintah Provinsi Jawa Barat sudah mengeluarkan Peraturan Daerah (Perda) terkait hal tersebut, dan kini pemerintah kota/kabupaten tengah berupaya merealisasikan penggunaan pupuk organik.

"Mudah-mudahan bisa menjadi solusi untuk kelestarian alam, lingkungan, dan juga menghidupkan lagi mikroba-mikroba yang dibutuhkan sebagai nutrisi di dalam tanah," kata Ningning, setelah melakukan pemupukan sawah dengan menggunakan pupuk organik NPK Phonska Alam, di Ciparay, Kabupaten Bandung, Jumat (21/6/2024).

Kabupaten Bandung, kata Nining, sudah mensosialisasikan bahkan meminta para petani untuk mulai beralih menggunakan pupuk organik. Nining menyebut, Kabupaten Bandung juga memilik produk pupuk organik sendiri.

Saat ini, luas sawah yang sudah menggunakan pupuk organik di Kabupaten Bandung mencapai 34 hektare, dan di Desa Sarina, Banjaran ada 100 hektare.

"Mungkin masih ada yang belum terdata di Kabupaten Bandung, wilayah pertanian sawah yang belum menggunakan pupuk organik," ujarnya.

Nining mengungkapkan, salah satu kendala terhambatnya penggunan pupuk organik, bukan terletak pada cara atau metode. Namun lebih pada harapan petani yang terburu-buru ingin segara memasuki masa panen.

Padahal, meskipun lambat tapi unsur struktur tanah bisa terakumulasi menjadi baik, mikroba tanah bisa hidup, dan lain sebagainya.

"Namanya organik kan pasti lambat, tapi petani ingin produktivitasnya cepat. Nah, petani juga mungkin biasanya ada tagline karasa (terasa) karampa (tersentuh) gitu ya. Petani kalau sudah melihat biasanya mereka mau, baik mengikuti dengan menggunakan teknologi ataupun pupuk organik yang bisa dilaksanakan oleh mereka. Jadi, intinya mereka ingin melihat dulu hasilnya biasanya seperti itu," ujar Ningning.

Padi yang dihasilkan menggunakan pupuk organik, sambung Nining, memang lebih berkualitas. Salah satunya tidak ada efek residu yang dirasakan manusia yang mengkonsumsinya.

Menurutnya, tak sedikit testimoni, penggunaan pupuk organik bisa meningkatkan produksi.

"Di sini sudah terlihat dari kelompok tani Jembar Tani hasil 5,5 ton per hektar menjadi 6,0, dan untuk di kelompok tani Sarina dari 6 ton menjadi 7 ton perhektar, berarti ada peningkatan produksi," tuturnya.

Direktur Utama Petrokimia Gresik, Dwi Satriyo Annurogo mengatakan, sejauh ini kebutuhan bahan pangan organik dari tahun ke tahun semakin meningkat.

Meningkatnya kebutuhan ini, sambung Dwi, selaras dengan semakin tingginya kesadaran masyarakat untuk mengonsumsi produk organik.

Pupuk organik Phonska Alam adalah solusi yang ditawarkan Petrokimia Gresik untuk mendorong produktivitas komoditas organik.

"Berdasarkan demonstration farming (demfarm) yang dijalankan Petrokimia Gresik di beberapa daerah di Indonesia, penggunaan Phonska Alam mampu meningkatkan produktivitas padi organik sebesar 13 persen, dari rata-rata sebelumnya 5,5 ton setiap hektarnya, menjadi 6,5 ton per hektar. Keberhasilan demfarm inilah yang sekarang diadopsi melalui Program Makmur," ujar Dwi Satriyo dari keterangan tertulis.

Ia menjelaskan, Phonska Alam merupakan pupuk NPK berbasis organik pertama di Indonesia.

Kandungan N, P, dan K pada pupuk ini sudah terstandar dan bermutu bagi pertanian organik sehingga sangat tepat untuk menjadi solusi kemajuan pertanian organik di Indonesia.

https://bandung.kompas.com/read/2024/06/21/135322578/tingkatkan-kualitas-petani-di-kabupaten-bandung-beralih-ke-pupuk-organik

Terkini Lainnya

Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Regional
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Regional
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com