Perdebatan keduanya terkait dengan sah tidaknya proses penangkapan yang dilakukan oleh penyidik Ditreskrimum Polda Jabar terhadap Pegi Setiawan, tersangka pembunuh Vina dan Eki di tahun 2016.
Salah satu kuasa hukum Polda Jabar menanyakan kepada Suhandi tentang kriteria apa yang menjadikan sebuah penangkapan sah atau tidak berdasarkan KUHAP.
"Penangkapan yang dilakukan oleh penyidik dilakukan setelah gelar kasus, lalu ditetapkan jadi tersangka maka ditangkap," jawab Suhandi.
"Bukan ditangkap dulu lalu di gelar perkara belakangan," tambah Suhandi.
Kemudian, kuasa hukum Polda Jabar mengajukan kembali pertanyaan serupa kepada Suhandi Cahaya, soal sah tidaknya penangkapan yang dilakukan oleh penyidik.
Suhandi kembali menjawab, penyidik perlu melayangkan pemanggilan kepada terduga tersangka. Namun apabila dihiraukan hingga sebanyak tiga kali baru, bisa dilakukan penjemputan paksa.
"Sah tidaknya penangkapan, bila penyidik sudah manggil. Ada ke satu surat panggilan. Kalau tidak datang panggil lagi yang kedua, kalau tidak datang lagi penyidik punya surat untuk perintah membawa," kata dia.
Menurut dia, apabila prosedur tersebut tidak dilakukan akan berakibat seperti apa yang menimpa Pegi Setiawan, hingga mengajukan gugatan praperadilan.
"Kalau tidak dilakukan penyidik, lalu main tangkap saja itulah akibatnya jadi sampai di sini," kata Suhandi.
Pertanyaan dari pihak Polda Jabar pun dilanjutkan oleh Kabid Hukum Kombes Pol Nurhadi Handayani yang menanyakan apakah ketentuan prosedur penangkapan itu untuk semua kasus.
Dia pun menganalogikan pertanyaan kepada Suhandi, bagaimana jika di suatu tempat ada perampokan apakah rampoknya perlu dipanggil?
"Kalau rampok atau copet itu tertangkap tangan," jawab Suhandi singkat.
https://bandung.kompas.com/read/2024/07/03/151308478/praperadilan-pegi-kuasa-hukum-polda-jabar-berdebat-dengan-saksi-ahli