KOMPAS.com - Pj Gubernur Jawa Barat (Jabar), Bey Machmudin mengatakan, pihaknya telah mengerahkan tim untuk menyelidiki asal pencemaran paracetamol dan amoxicilin di Sungai Citarum.
"Kami masih teliti lagi bersama Satgas Citarum Harum, BBWS, dan DLH, untuk mengecek lagi dari mana dan di sebelah mana (pencemaran di Sungai Citarum)," kata Bey, Sabtu (13/7/2024), dikutip dari TribunJabar.id.
Bey menambahkan, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jabar kini sudah tidak lagi antikritik terhadap kondisi Sungai Citarum.
"Kami terbuka untuk itu. Jangan sampai terjadi lagi seperti itu (pencemaran Sungai Citarum), tapi kami masih cek dulu, memastikan dulu dari mana dan sebagainya," ujar Bey.
Dia pun berjanji akan menindak tegas pihak-pihak yang sengaja mencemari Sungai Citarum.
"(Jika ditemukan pihak yang mencemari) Pasti akan kami tindak," ucap Bey.
Sebelumnya, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menemukan adanya kontaminasi bahan aktif obat atau active pharmaceutical ingredients (APIs) di Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum Hulu.
Peneliti Kelompok Riset Ekotoksikologi Perairan Darat, Pusat Riset Limnologi, dan Sumber Daya Air BRIN, Rosetyati Retno Utami menyampaikan, penelitian ini dilakukan dengan cara mengukur konsentrasi bahan aktif obat yang dikonsumsi oleh masyarakat.
Penelitian ini mempertimbangkan frekuensi penggunaan obat, jumlah obat yang dikonsumsi, serta durasi penyakit yang diderita responden dalam setahun.
“Hasilnya menunjukkan bahwa paracetamol dan amoxicilin menjadi bahan kimia aktif dengan penggunaan terbesar di DAS Citarum Hulu,” papar Rosetyati dalam keterangannya, di Jakarta, Senin (8/7/2024).
Menurutnya, salah satu sumber utama pencemaran tersebut adalah kegiatan peternakan yang kerap menggunakan obat-obatan dan hormon untuk meningkatkan hasil ternak.
Selain itu, penggunaan obat-obatan rumah tangga, aktivitas industri, serta sistem pengelolaan limbah obat di rumah sakit yang kurang optimal juga turut menyumbang pencemaran tersebut.
“Penanganan masyarakat setempat terhadap penggunaan bahan aktif obat masih kurang, sehingga meningkatkan risiko pencemaran ekosistem akuatik,” jelasnya.
Risiko bagi manusia
Guru Besar Farmasi Universitas Gadjah Mada (UGM), Zullies Ikawati menjelaskan, cemaran bahan aktif paracetamol tidak berdampak signifikan bagi biota perairan dan manusia bila jumlahnya sangat kecil.
Akan tetapi, kontaminasi antibiotik di aliran sungai dalam dosis tinggi perlu mendapat perhatian khusus karena dapat membunuh bakteri baik yang diperlukan lingkungan.
Tak hanya itu, cemaran antibiotik seperti amoxicilin dapat memicu bakteri bermutasi dan resistan terhadap antibiotik.
"Hal ini cukup berbahaya jika bakteri itu adalah bakteri patogen (penyebab penyakit) dan menginfeksi manusia," terangnya.
"Penyakit infeksi menjadi lebih sulit disembuhkan dan memerlukan antibiotik yang lebih kuat dan kadang lebih mahal," pungkasnya.
https://bandung.kompas.com/read/2024/07/13/175507878/sungai-citarum-tercemar-amoxicilin-dan-paracetamol-bey-machmudin-kami-cek