Salin Artikel

Fenomena Suhu Dingin di Bandung Raya, Lembang Capai 11,2 Derajat Celsius

Beberapa daerah tercatat mengalami suhu dingin hingga dibawah 16 derajat celsius, seperti yang terjadi pada wilayah Lembang.

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Bandung mencatat bahwa suhu dingin di Lembang mencapai 11,2 derajat celsius. Hal tersebut diungkapkan Prakirawan BMKG Bandung Muhammad Iid saat dihubungi, Senin (15/7/2024).

"Kalau yang di lembang 11,2 (derajat celsius) di tanggal 13 (Juli)," kata Iid melalui pesan singkatnya.

Dijelaskan, suhu dingin di wilayah Lembang ini tak hanya terjadi akibat fenomena masa puncak kemarau, tapi ketinggian daerah tersebut juga mempengaruhi suhu dingin wilayah itu.

"Ketinggian memengaruhi, setiap kenaikan 100 meter suhu berkurang 0,6 derajat. Seminggu terakhir suhu minimum terendah di Lembang pada tanggal 13," kata Iid.

Menurutnya, suhu dingin hingga 11,2 derajat celsius ini juga pernah terjadi di wilayah Kota Bandung pada masa silam, yakni pada Agustus 1987.

"Kalau data klimatologi yang Bandung (pos cemara) suhu udara minimum absolut pernah tercatat 11,2 derajat, Agustus tahun 1987," ucapnya.

Sementara pada tanggal 13 Juli 2024, Kota Bandung terdingin di suhu 17,2 derajat, yakni di wilayah Cemara, Sukajadi.

"Kalau dalam seminggu terakhir di Sukajadi terendah di 16,2 pada tadi pagi," ucapnya.

Diberitakan sebelumnya, BMKG Bandung menyebut bahwa suhu udara dingin belakangan ini merupakan fenomea alamiah yang umum terjadi ketika masa puncak kemarau pada Juli-Agustus.

Dijelaskan, saat musim kemarau, pada siang hari terik matahari maksimal karena tidak ada tutupan awan. Hal ini menyebabkan permukaan bumi menerima radiasi yang maksimal.

Sedangkan pada malam hingga dini hari yang tidak ada awan, radiasi yang disimpan di permukaan bumi secara maksimal akan dilepaskan.

"Kondisi inilah yang kemudian menyebabkan permukaan bumi mendingin dengan cepat karena kehilangan energi secara maksimal. Dampaknya adalah suhu minimum atau udara dingin yang ekstrem di malam hingga dini hari," kata Iid.


Penyebab lain mengapa suhu udara menjadi dingin pada puncak kemarau dikarenakan adanya musim dingin di wilayah Australia.

Pola tekanan udara yang relatif tinggi di Australia menyebabkan pergerakan masa udara dingin menuju Indonesia atau lebih dikenal dengan angin monsun Australia. Hal ini juga menjadi penyebab utama terjadinya musim kemarau di Indonesia.

"Angin monsun Australia ini membawa udara yang dingin dan kering yang berada di wilayah Australia ke wilayah Indonesia yang berada di wilayah BBS (Belahan Bumi Selatan)," ucapnya.

Menurut Iid, fenomena suhu dingin ini secara empiris akan berlangsung hingga Agustus 2024. Meski begitu, masyarakat tak perlu panik dengan fenomena alamiah ini. 

Fenomena ini dianggap merupakan hal yang wajar terjadi terutama untuk wilayah di belahan bumi selatan.

https://bandung.kompas.com/read/2024/07/15/164148378/fenomena-suhu-dingin-di-bandung-raya-lembang-capai-112-derajat-celsius

Terkini Lainnya

Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Regional
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Regional
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com