CIANJUR, KOMPAS.com – Hingga Juni 2024, sebanyak 100 orang di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, terjangkit HIV/AIDS.
Mereka semua tertular lewat hubungan seksual, termasuk lelaki seks lelaki (LSL).
Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Cianjur mencatat, ratusan orang dengan HIV/AIDS (ODHA) dan orang dengan HIV (ODHIV) ini merupakan temuan baru hasil penjangkauan dan VCT atau tes sukarela.
“Fakta di lapangan jumlahnya tentu lebih dari itu. Karena masyarakat dan golongan rentan kebanyakan masih bersikap tertutup terhadap persoalan ini,” ujar Ketua KPA Cianjur, Hilman Kurnia kepada Kompas.com, Sabtu (20/7/2024).
"Data ini menunjukkan lonjakan, ya. Karena baru 6 bulan jumlahnya sudah mencapai ratusan," sambung dia.
Disebutkan, para ODHA dan ODHIV tersebut berasal dari berbagai kalangan, mulai dari wanita penjaja seksual (WPS), ibu rumah tangga, hingga pelajar.
“Termasuk ada pelajar SMP yang terinfeksi HIV akibat perilaku homoseksual. Saat ini sedang dalam pendampingan supaya rutin berobat,” ujar dia.
Hilman menjelaskan, tren seks menyimpang atau LSL di kalangan pelajar di Cianjur sendiri cukup masif kurun 5 tahun terakhir.
Pengidap HIV/AIDS di Cianjur dari kalangan LSL juga jumlahnya terus bertambah sejak 2020.
Faktornya, menurut dia, derasnya arus informasi di era digital melalui gawai serta pergeseran nilai budaya di tengah kehidupan masyarakat, terutama di kalangan remaja dan usia produktif.
"Sosialisasi gencar kita lakukan dengan menggandeng para pihak dan pemangku kebijakan, termasuk juga dari kelompok rentan," ucapnya.
“Kita juga telah mendorong pihak pemerintahan desa untuk membentuk wadah peduli AIDS di wilayah masing-masing sebagai upaya deteksi dan pencegahan,” Hilman melanjutkan.
Harapannya, lima tahun ke depan sudah tidak ada lagi temuan kasus baru di Kabupaten Cianjur sebagaimana target pemerintah mengakhiri epidemi HIV/AIDS di 2030, kendati hal itu dirasa berat.
"Pasalnya, kita juga masih harus berhadapan dengan stigma masyarakat serta kekurangkompakan, dan ego sektoral dari pihak-pihak berkepentingan lainnya dalam menangani persoalan ini,” imbuhnya.
Kalangan Pelajar
Fenomena lelaki seks lelaki (LSL) di kalangan pelajar di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, menunjukkan peningkatan beberapa tahun terakhir.
Berdasarkan data dari Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) setempat, mayoritas orang dengan HIV/AIDS (ODHA) dan orang dengan HIV (ODHIV) di wilayah ini berasal dari kalangan LSL, termasuk pelajar.
Selain risiko penularan HIV/AIDS, pelajar yang terlibat dalam aktivitas seks antarlelaki ini juga rentan terhadap berbagai penyakit menular seksual lainnya, seperti sifilis dan gonore.
Ketua KPA Cianjur Hilman Kurnia mengemukakan, fenomena ini menimbulkan kekhawatiran karena perilaku seks menyimpang ini berisiko tinggi terhadap penularan HIV/AIDS.
“ODHA maupun ODHIV di Cianjur beberapa tahun terakhir ini juga didominasi dari kalangan LSL,” kata Hilman kepada Kompas.com, Sabtu (21/7/2024).
Disebutkan, tren homoseksualitas di kalangan pelajar ini telah menjangkau hampir semua tempat, termasuk ke wilayah-wilayah pelosok.
“Tak hanya di jenjang SMA, juga sudah menyasar ke tingkat SMP, bahkan ada yang jadi ODHIV akibat perilaku ini,” ujar dia.
Ironisnya, diungkapkan Hilman, aktivitas LSL di kalangan pelajar sudah menjurus ke motif ekonomi.
“Beberapa di antara aktivitas LSL yang mereka lakukan juga sudah bersifat transaksional,” kata Hilman.
Pihak KPA menekankan pentingnya peran orangtua dan sekolah dalam mengatasi persoalan sosial ini. Orangtua sejatinya lebih terbuka dalam mendiskusikan isu seksualitas dengan anak.
Sementara pihak sekolah diharapkan dapat memberikan pendidikan seks yang komprehensif.
“Edukasi seksual yang benar dan komprehensif di sekolah tentunya dapat membantu pelajar mengambil keputusan yang bijak mengenai perilaku seksual mereka,” imbuhnya.
Salah asuh dan banjir informasi
Penanggungjawab Program KPA Cianjur Silmi Kaffah menambahkan, lingkungan keluarga terutama pola asuh dari orangtua punya peran penting dalam membentuk mental dan perilaku seksual anak.
“Ditekankan kepada orangtua, bagi kaum ibu ketika punya anak, tolong didik sesuai gendernya,” kata Silmi.
Imbauan dia cukup beralasan, mengingkat secara kasuistis, ODHA maupun ODHIV dari kalangan LSL yang ditanganinya memiliki pengalaman salah asuh dari orangtua mereka.
“Karena ingin anak perempuan misalnya, meski anaknya laki-laki, tapi diperlakukan seperti ke anak perempuan. Situasi itu kan bisa menjadi awal, ya,” tutur dia.
Selain itu, menurut Silmi, banjir informasi di media sosial dan internet yang sangat mudah diakses juga berperan dalam menyebarkan dan memengaruhi perilaku seksual di kalangan remaja.
Tak kalah berpengaruhnya, kondisi lingkungan pergaulan dan juga sikap permisif dari orangtua.
"Faktor-faktor itu juga dapat memengaruhi pandangan dan perilaku remaja yang sedang dalam masa pencarian jati diri tersebut,” ujar Silmi.
https://bandung.kompas.com/read/2024/07/21/085327378/kasus-hiv-aids-di-cianjur-melonjak-karena-hubungan-seksual