Salin Artikel

Menilik Jejak Ibu dan Anak Sebelum Jadi Kerangka, Terakhir Terlihat pada 2019

KOMPAS.com - Iguh Indah Hayati (55) dan Elia Imanuel Putra (24) ditemukan tinggal kerangka di rumahnya, kompleks Perumahan Tanimulya RT 010 RW 015, Desa Tanimulya, Kecamatan Ngamprah, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, Senin (29/7/2024).

Kasus penemuan kerangka ibu dan anak itu membuat gempar warga. Pasalnya, selama ini warga mengira rumah korban tak berpenghuni lantaran keluarga tersebut telah pindah.

Ketua RT 010 Banbang Daryono mengatakan, pada 2019 lalu, Indah sempat menemuinya untuk mengurus surat pindah.

“Di tahun 2019, dia (Indah) ini pernah pamit untuk kerja di tempat lain, bilangnya mau kerja ke Sumedang," ujarnya, Kamis (1/8/2024).

Setelahnya, Indah tak terlihat lagi di kompleks tersebut. Kediaman Indah pun telah dipasangi poster penjualan rumah.

"Dari situ enggak tahu, karena enggak komunikasi. Saya sempat lihat rumahnya kosong. Makanya dari situ kita anggap di rumahnya sudah tidak ada siapa-siapa," ucapnya.

Tetangga korban, Ai Suryati (54), menuturkan, Indah dikenal sebagai sosok yang tertutup. Oleh karena itu, warga segan menyapa lebih dulu maupun bertanya tentang kepindahan Indah.

Penemuan kerangka itu pun membuat Ai kaget. Ia menganggap Indah dan anaknya telah pindah rumah.

“Jadi semenjak tidak terlihat lagi, memang anggapan kami memang katanya sudah pindah, dan sempat meminta surat pindah ke Ketua RW," ungkapnya, Selasa (30/7/2024).

Ai mengaku kali terakhir bertemu Indah sebelum pandemi Covid-19.

"Terakhir ketemu sebelum Corona (Covid-19), saya lupa tahunnya. Dan itu pun tidak sama sekali ngobrol. Kalau lewat kan kerjanya di belakang jadi hanya lewat aja," tuturnya.

"Pribadinya memang tertutup, kecuali kalau ke temannya baru mau ngobrol,” jelasnya, Selasa.

Entin terakhir berkomunikasi dengan Indah pada lima tahun lalu atau 2019.

“Kebetulan saya teman main, ngobrol terakhir kurang lebih lima tahun lalu," terangnya.

Kala itu, Indah bercerita bahwa dirinya akan pindah rumah. Kepada Entin, Indah mengaku akan pindah ke Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

"Dia juga sempat minta maaf. Katanya kalau ada waktu main ke sana. Makannya saya gak pernah ke sini (rumah Indah) lagi," bebernya.

Menurut Entin, sejak Indah berkata akan pindah, rumah Indah sepi. Di rumah tersebut juga terpasang poster tentang penjualan rumah.

Demi mengungkap kasus ini, polisi telah memeriksa sejumlah saksi. Salah satunya suami dan ayah korban, Mudjoyo Tjandra.

Untuk diketahui, Mudjoyo telah lama berpisah rumah dengan Indah dan Elia.

“Dari keterangan awal yang disampaikan pada kita, bahwa yang bersangkutan itu sudah keluar dari rumah sekitar tahun 2014 atau 2015-an,” papar Kepala Kepolisian Resor (Kapolres) Cimahi AKBP Tri Suhartanto, Kamis (1/8/2024).

Walau demikian, Mudjoyo mengaku masih berkomunikasi dengan istri dan anaknya. Dia melakukan kontak terakhir pada November 2018. Pada Desember, dia tak lagi mendapat pesan balasan dari korban.

“Kita mencari tahu lebih dalam tempo atau rentang waktu dari November sampai Desember 2018. Ini yang sedang kita proses penyelidikannya,” sebutnya.

Polisi pun telah melakukan olah tempat keajdian perkara (TKP). Selain itu, kerangka korban juga sedang diperiksa tim forensik.

Dokter forensik RS Sartika Asih, dr Adang Azhar, menjelaskan, sebagai langkah pertama, tim akan memastikan apakah kerangka itu adalah Iguh Indah Hayati dan Elia Imanuel Putra.

Selanjutnya, tim bakal memeriksa ada tidaknya tanda-tanda yang mengarah pada tindak pidana, seperti kekerasan fisik, racun, atau unsur lain.

Sewaktu disinggung soal waktu kematian korban, Adang menjawab bahwa tim forensik belum bisa memastikannya. Akan tetapi, berdasarkan pengamatan, korban diperkirakan sudah membusuk selama lebih dari enam bulan.

“Kami sering menemukan bahwa dalam bentuk kerangka, biasanya itu minimal enam bulan. Faktor-faktor seperti cuaca dan kelembapan dapat memengaruhi proses pembusukan,” urainya, Selasa (30/7/2024).

Kerangka ibu dan anak itu ditemukan saat Mudjoyo mendatangi rumah tersebut untuk mengambil surat-surat penting. Ketika sampai, rumah itu tergembok.

Setelah gembok berhasil dibuka usai Mudjoyo meminta tolong warga, ia mendapati istri dan anaknya tinggal kerangka di dalam kamar rumahnya.

Sumber: Kompas.com (Penulis: Bagus Aji Panuntun | Editor: Teuku Muhammad Valdy Arief, Glori K Wadrianto, Reni Susanti)

https://bandung.kompas.com/read/2024/08/02/193900178/menilik-jejak-ibu-dan-anak-sebelum-jadi-kerangka-terakhir-terlihat-pada-2019

Terkini Lainnya

Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Regional
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com