Salin Artikel

Cerita Wisatawan Terjebak 10 Jam di Puncak Bogor, "Tidur" di Aspal

BOGOR, KOMPAS.com - Omu Ambarita, satu dari ratusan ribu pengendara yang terjebak macet total di kawasan Puncak Bogor tak menyangka jika ia bersama keluarganya akan tejebak macet hingga berjam-jam di Jalan Raya Puncak.

Mobil yang dikendarainya seperti seolah menjadi patung di tengah ratusan ribu kendaraan yang sama-sama terjebak kemacetan.

Pada Sabtu (14/9/2024) pagi sekira pukul 05.00 WIB, ia bersama keluarganya bergerak dari Depok menuju salah satu villa yang sudah dipesannya untuk menginap satu malam di kawasan Cisarua, Kabupaten Bogor.

"Hari Minggu ini rencana pulang jam 13.00 WIB, seiring info one way ke arah Jakarta," tutur dia dikutip dari Tribunnews, Senin (16/9/2024).

Namun rencananya tiba di rumah pada hari Minggu terpaksa diurungkan karena Jalan Raya Puncak macet total.

Domu Ambarita mengaku dirinya terpaksa menyewa villa kembali setelah mengetahui arus lalu lintas di Jalan Puncak tak bergerak sama sekali.

Tidur di Aspal

Tama, pengendara motor yang terjebak macet di Jalan Raya Puncak menyebut, dirnya terjebak macet dari langit masih terang hingga gelap.

"Belum gerak ini dari tadi," kata Tama, Senin dini hari.

Ia mengaku terpaksa turun dari motor dan duduk di tengah jalan lantaran kendaraan sama sekali tak bergerak.

"Ya terpaksa istirahatnya duduk di aspal," beber dia.

Satu Orang Meninggal

Setidaknya, selama 10 jam wisatawan terjebak di Jalur Puncak Bogor sejak Minggu (15/9/2024) siang hingga malam.

Bahkan satu orang meninggal dunia dalam tragedi kemacetan parah ini, Minggu (16/9/2024) malam.

Wanita bernama Nimih (56) asal Cipayung, Jakarta Timur, meninggal dunia karena diduga kelelahan karena terjebak macet parah di Puncak.

Kasat Lantas Polres Bogor, AKP Rizky Guntama mengatakan, ibu ini meninggal dunia di Puncak Bogor ketika kawasan Puncak ramai diserbu wisatawan namun belum ada kemacetan.

"Jadi ibu itu meninggal bukan karena kelelahan karena terjebak macet," ujar Rizky.

Hasil keterangan yang dikumpulkan pihaknya, awalnya almarhum ikut rombongan berwisata ke kawasan Agro Wisata Gunung Mas.

Sekitar pukul 19.00 ketika almarhum selesai rekreasi di Agro Wisata, dia naik bis lalu merasakan pusing.

"Habis itu sesak napas, setelah itu keluar busa. Ketika dievakuasi ke masjid, meninggal dunia di masjid," kata AKP Rizky Guntama kepada wartawan.

Dia mengatakan, jenazah almarhum kini sudah diboyong oleh pihak Satlantas Polres Bogor sampai ke tol untuk dipulangkan ke keluarganya.

Sakit yang diderita almarhum diduga menjadi penyebab almarhum meninggal saat melakukan wisata di Puncak Bogor.

"Kemungkinan ada komorbit ya atau ada sakit bawaan," ungkap Rizky.

Kemacetan parah di Jalan Puncak Bogor ini sudah mulai terjadi pada Minggu siang.

Macet dari dan ke arah puncak sudah terjadi pada Minggu (15/9/2024) siang hingga Senin (16/9/2024) dini hari.

Warga Cari Polisi

Emosi warga tak tertahankan setelah terjebak macet berjam-jam lamanya. Bahkan ada pengendara mobil keluar dari kendaraannya mencari polisi.

Seperti diketahui one way diberlakukan sejak sekitar pukul 12.00 WIB siang dan tak kunjung dinormalkan hingga pukul 21.00 WIB.

"Dari jam 13.00 WIB sampai sekarang. Bukan maen ini saya nunggu dari siang," kata Dirman (48) salah satu pengendara yang terjebak one way.

Dirman mengatakan dirinya hendak ke Puncak Bogor dari Jakarta.

Sebelumnya dia sempat bertanya kepada beberapa polisi terkait kapan penormalan arus. Namun Dirman mengaku tidak mendapat jawaban yang jelas.

"Mereka juga gak ada yang jujur, ada yang bilang jam 16.00, ada yang bilang jam 18.00, ada yang bilang jam 21.00, bahkan ada yang bilang jam 23.00," katanya.

Dia juga mengaku baru pertama kali terjebak kemacetan selama ini yang mencapai 10 jam.

"Ini baru pengalaman pertama, biasanya kan 2 jam juga buka tutup, ini sampai berapa jam gitu lho," ungkapnya.

Artikel ini telah tayang di TribunJabar.id dengan judul Sampai Tidur di Aspal, Kisah Wisatawan Terjebak 10 Jam di Puncak Bogor, Berikut Fakta-faktanya

https://bandung.kompas.com/read/2024/09/16/123907878/cerita-wisatawan-terjebak-10-jam-di-puncak-bogor-tidur-di-aspal

Terkini Lainnya

Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Regional
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Regional
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com