Banyak rumah warga mengalami kerusakan, sehingga mereka harus meninggalkan tempat tinggalnya.
Meski tenda darurat sudah disediakan oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bandung, kondisi para pengungsi masih memprihatinkan.
Beberapa warga mendirikan tenda darurat menggunakan kayu dengan atap terpal, sementara mereka hanya membawa alas tidur berupa spanduk bekas, tikar, dan matras seadanya.
Setidaknya ada 450 warga yang mengungsi di delapan titik berbeda di sekitar lapangan bola Desa Cibereum.
Namun, fasilitas di tempat pengungsian masih terbatas, terutama penerangan yang belum merata.
Meski begitu, ia mengakui bahwa kondisi di pengungsian memang penuh dan ia tidak memiliki pilihan lain.
"Saya harus tetap di sini karena rumah sudah rusak. Walaupun tenda pengungsian penuh, tidak ada pilihan selain mengungsi," kata Yati, ditemui Rabu malam.
Pengungsi, terutama yang berada di tenda darurat, sangat membutuhkan perlengkapan seperti selimut, sleeping bag, matras, serta peralatan untuk bayi dan anak-anak.
Selain itu, penerangan yang masih minim membuat warga merasa tidak nyaman.
"Penerangan belum ada di semua tenda. Kami berharap agar semua tenda bisa mendapatkan penerangan, agar lebih nyaman saat istirahat," ungkap Yati.
Sementara itu, Ecep Rohimana, pengungsi lainnya, menyebutkan bahwa jumlah pengungsi terus bertambah sejak sore hari.
"Awalnya hanya 48 kepala keluarga (KK) atau sekitar 89 orang, tapi banyak yang datang membawa anak kecil," katanya.
Ecep menjelaskan, rumahnya mengalami kerusakan di bagian dalam akibat gempa, sehingga ia memilih untuk mengungsi.
"Kami sangat membutuhkan tenda yang lebih baik, makanan, selimut, dan perlengkapan lainnya," ujarnya.
https://bandung.kompas.com/read/2024/09/18/202141378/450-warga-bandung-mengungsi-karena-gempa-butuh-selimut-dan-peralatan-anak