Hal ini menyebabkan kerusakan yang besar saat bencana terjadi, seperti gempa bumi di Kabupaten Bandung pada Rabu (18/9/2024).
Menurut Dedi, provinsi Jawa Barat yang memiliki potensi bencana alam tinggi perlu melakukan riset dan penguatan mitigasi bencana di masa mendatang.
"Bukan hanya teknologinya yang perlu ditingkatkan, meskipun itu wewenang pusat, daerah juga harus berkontribusi," ujar Dedi saat ditemui usai dialog kebangsaan di d'Botanica Bandung Mall, Jalan Dr. Djundjunan, Kota Bandung, Kamis (19/9/2024).
Selain peningkatan teknologi riset mitigasi, Dedi menegaskan, pembangunan infrastruktur dan permukiman di Jawa Barat harus mengikuti hasil riset mitigasi bencana yang selalu diperbarui.
"Tata ruang kita harus mengikuti aturan. Jika peruntukannya untuk A, maka harus A. Alam tidak bisa ditawar, hukumnya pasti. Jadi, tata ruang harus mengikuti kepastian alam," jelasnya.
Dedi menekankan bahwa tata ruang yang sesuai dengan mitigasi bencana akan mengurangi kerusakan dan korban saat bencana terjadi.
"Kita seringkali tidak berpikir tentang potensi bencana sebelum terjadi. Kita baru ribut setelah bencana melanda," katanya.
Dedi juga menyoroti potensi bencana di wilayah Bandung, khususnya akibat kerusakan hutan di Bandung Utara akibat pembangunan dan perkebunan. Menurutnya, hal ini dapat memicu bencana besar bagi warga sekitar.
"Hanya 19 persen hutan di Jawa Barat yang tersisa, dan itu pun belum sepenuhnya utuh. Perbukitan terus berubah, terutama di Punclut. Kalau diguncang gempa, naudzubillah, bisa jatuh ke Bandung," tutup Dedi.
https://bandung.kompas.com/read/2024/09/19/184403178/dedi-mulyadi-ingin-tata-ruang-jawa-barat-berdasarkan-mitigasi-bencana