Salin Artikel

Apindo Jabar Minta Hentikan Politisasi Jelang Pembahasan UMK

BANDUNG, KOMPAS.com - Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jawa Barat meminta politisasi terhadap dunia usaha segera dihentikan, karena menciptakan ketidakpastian hukum.

Salah satunya terkait aturan struktur skala upah. Apalagi bulan depan sudah memasuki pembahasan upah minimum kota/kabupaten (UMK)

Ketua Apindo Jabar Ning Wahyu Astutik mengatakan, pentingnya edukasi kepada pengambil keputusan. Termasuk tidak membembuat kebijakan agar tidak terjadi keresahan di kalangan pelaku usaha. Apalagi sampai mengganggu investasi serta kondusifitas usaha di Jawa Barat.

“Politisasi menimbulkan ketidakpastian hukum dan sangat memberatkan para pengusaha yang mana saat ini pun sudah menghadapi banyak tantangan, baik terkait dengan persaingan, produktivitas, geopolitik, perizinan, dan banyak lagi,” ujar Ning Wahyu dalam rilisnya, Kamis (24/10/2024).

Menurutnya, salah satu tantangan besar yang dihadapi pengusaha di Jawa Barat adalah tingginya Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK).

Sebab 4 dari 5 wilayah dengan UMK tertinggi di Indonesia berada di provinsi ini, yakni Kota Bekasi, Kabupaten Karawang, Kabupaten Bekasi, dan Kota Depok.

"Jika ditambah dengan penetapan Struktur dan Skala Upah (Susu), maka daya saing Jawa Barat semakin tergerus," ungkap Ning Wahyu.

Diakuinya, Jawa Barat merupakan tujuan investasi terbesar di Indonesia dengan realisasi mencapai Rp 210 triliun. Angka itu 14,8 persen dari total nasional sebesar Rp 1.418 triliun. Namun banyak perusahaan yang memilih relokasi atau bahkan tutup.

Data menunjukkan antara tahun 2019 hingga 2022, sebanyak 29 perusahaan padat karya relokasi ke Jawa Tengah. Kemudian pada 2023, lima perusahaan besar menutup operasionalnya, menyebabkan PHK terhadap 15.000 karyawan.

Hingga Juli 2024, tercatat lebih dari 5.500 pekerja di Jawa Barat terkena PHK, menurut data Kementerian Ketenagakerjaan.

Ning mengkritik Keputusan Gubernur (Kepgub) Jawa Barat terkait Susu yang dinilainya menyalahi aturan.

"Ketik Susu turun, saat itu saya mengimbau para pengusaha untuk tidak mematuhi aturan yang salah tersebut. Jika tetap dipatuhi, maka akan semakin banyak pabrik yang berpotensi tutup," tegasnya.

Ahli hukum tata negara Ahmad Rendi menegaskan, dua Keputusan Gubernur (Kepgub) Jawa Barat terkait struktur dan skala upah (Susu) bermasalah secara hukum.

Menurutnya, sesuai dengan Undang-Undang Cipta Kerja, pengusaha adalah satu-satunya entitas yang berwenang menyusun struktur dan skala upah.

“Satu-satunya entitas hukum di Indonesia yang berwenang menyusun Susu adalah pengusaha. Bukan gubernur, bukan bupati, bukan wali kota, bukan Menteri Tenaga Kerja, bahkan bukan Presiden,” ujar Ahmad Redi.

https://bandung.kompas.com/read/2024/10/24/224401378/apindo-jabar-minta-hentikan-politisasi-jelang-pembahasan-umk

Terkini Lainnya

Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Regional
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com