Salin Artikel

Banjir 1 Meter Rendam Komplek CPI, Warga Minta Kolam Retensi Segera Dibangun

Banjir diakibatkan hujan yang mengguyur wilayah Kabupaten Bandung sejak Senin (11/11/2024).

Diketahui hujan turun dari siang hingga malam hari.

Komplek Cingcin Permata Indah (CPI) berada di antara aliran dua sungai, yakni antara Sungai Cikambuy yang merupakan terusan Sungai Cisasungka bertemu, kemudian Sungai Cipananggulan yang berasal dari arah Soreang.

Puji Hariono (40), Ketua RT 08, mengatakan hampir seluruh rumah warga yang berada di RW 13 terdampak akibat luapan dua sungai tersebut.

Saat hujan mulai turun pukul 12.00 WIB, volume air di sungai tersebut berangsur naik hingga masuk ke rumah warga.

"Kurang lebih pukul 13.00 WIB, tadi dapet kabar dari istri, saya langsung pulang ke rumah dan kaya gini. Soalnya hujannya juga lumayan gede. Bentar tapi gede, makanya langsung pulang," katanya ditemui di lokasi, Selasa (12/11/2024).

Puji mengungkapkan ketinggian air yang merendam pemukiman warga berbeda-beda.

Saat ini, ketinggian air mencapai 60 centimeter.

Menurut dia, banjir yang kerap melanda Komplek CPI itu berlangsung sejak lama.

Setiap datang musim penghujan, kata dia, CPI langganan banjir.

"Sering, tapi tidak volumenya nggak sampai segini. Cuma di jalan saja tidak sampai masuk rumah. Sekitar satu meter, tapi yang paling tinggi satu meter setengah yang paling tinggi," terangnya.

Ia membenarkan jika volume air dari Sungai Cipananggulan yang berasal dari Soreang tinggi, maka secara otomatis Komplek CPI turut terdampak.

Saat ini, titik terparah yang terendam banjir berada di RT 1, RT 3, RT 5, dan RT 8.

"Kalau surut paling satu atau dua jam tergantung situasi, kalau hujan lagi ya naik lagi airnya," jelasnya.

Puji mengaku bosan setiap kali musim penghujan datang, dia dan warga lainnya kerap disibukkan dengan banjir.

Tahun lalu, kata dia, warga CPI sudah meminta pemerintah daerah untuk segera membangun kolam retensi untuk penanganan banjir.

"Iya pastinya, keinginan harapannya wacananya ada kolam retensi, yang di sana. Warga berharapnya secepatnya, kolam retensi itu dilaksanakan. Istilahnya mengurangi intensitas banjir, jadi mempercepat. Soalnya banjir ini sulit kalau dihilangkan, tapi setidaknya mempercepat surutnya," kata dia.

Sementara itu, warga RT 8 lainnya, Kurnia (58), mengaku sudah tiga tahun tinggal di Komplek CPI.

Selama itu pula, setiap satu tahun sekali kerap dilanda banjir.

Menurutnya, tempat dia tinggal merupakan titik paling parah, lantaran ketinggian banjir bisa mencapai satu meter lebih.

"Ini paling parah, jelas masuk sampai ke rumah," ujarnya.

Setiap kali hujan datang, Kurnia selalu bersiap untuk memindahkan barang-barang yang ada di rumahnya, terlebih rumahnya menjadi lokasi penampungan limbah kain.

"Saya nggak keluar rumah, ya sudah di rumah saja evakuasi barang-barang, soalnya ini kan limbah konveksi. Kalau nggak diberesin, wah hancur," terang dia.

Pembangunan Kolam Retensi yang Lambat

Dadang Cahyana (48), Ketua RW 13, mengatakan banjir yang dialami warga CPI sudah terjadi sejak tahun 1997.

Ia menjelaskan, Komplek CPI dibangun tahun 1995 dan warga mulai membeli serta pindah ke CPI sekitar tahun 1997.

"Kalau bicara bosan, ini kan CPI didirikan tahun 1995, dan warga mulai ramai 1997 dan tahun 97 sampai sekarang terus kebanjiran," katanya ditemui di lokasi banjir.

Dadang mengaku warga sudah melakukan proses audiensi dengan pemerintah daerah.

Saat itu, pertemuan diakomodir oleh Ketua DPRD Kabupaten Bandung.

Pertemuan tersebut berlangsung sekitar bulan November 2023.

Hasil dari pertemuan itu, kata dia, pemerintah meminta warga untuk menyiapkan lahan untuk nantinya dibangun kolam retensi sebagai upaya penanganan banjir.

"Dari Pemda Kabupaten Bandung untuk solusi banjir pada tahun 2023 tahun lalu, sudah diinisiasi oleh Ketua DPRD Kabupaten Bandung waktu itu, untuk mencari lahan. Kebetulan lahan ada di belakang, kebetulan genangan terdalam ada di sana juga. Itu pihak developer sudah menyerahkan untuk dipakai sepenuhnya untuk penanggulangan banjir Komplek CPI ini, salah satunya kami buat kolam retensi dan hari ini kami sedang berproses," tutur Dadang.

Dadang mengungkapkan sepanjang bulan Oktober dan November tahun ini, warga CPI sudah tiga kali 'kedatangan' banjir.

Melihat kondisi CPI yang menjadi langganan banjir, Dadang berharap upaya pembangunan kolam retensi yang dijanjikan Pemda segera direalisasikan.

Pasalnya, warga CPI secara materil dan imateril sudah mengalami kerugian yang banyak, lantaran hampir setiap musim penghujan banjir kerap datang.

Hingga kini, proses pembangunan kolam retensi baru sampai tahap Detail Engineering Design (DED).

Sejak pertama bertemu dengan pihak Pemda, belum ada target pasti terkait pembangunan kolam retensi tersebut.

Sementara itu, luas lahan yang sudah disiapkan developer CPI seluas 3.700 meter persegi.

"Dari November tahun 2023 kita sudah audiensi, hampir setahun sudah berproses. Bulan ini sudah masuk ke tahap Detail Engineering Design (DED), desainnya sedang dikerjakan kemarin. Kita oleh pihak ketiga kemudian lewat Dinas PUTR Kabupaten Bandung dan kami menunggu tindak lanjut selanjutnya. Dari konkret-nya baru tahap DED," ujar Dadang.

Pantauan di lapangan, puluhan warga terlihat keluar rumah untuk mengamankan barang-barang agar tak terendam banjir.

Sebagian warga yang rumahnya memiliki lantai dua terlihat hanya berupaya mengeluarkan air dari lantai satu, lantaran ruang bawah rumah mereka tidak terdapat barang-barang.

Berbeda dengan warga yang hanya memiliki rumah lantai satu, mereka harus menerima rumahnya direndam luapan Sungai Cikambuy dan Cisasungka.

https://bandung.kompas.com/read/2024/11/12/102500578/banjir-1-meter-rendam-komplek-cpi-warga-minta-kolam-retensi-segera-dibangun

Terkini Lainnya

Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Regional
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com