KOMPAS.com – Cahyadi (51) tertegun. Bibirnya kelu dan badannya terasa mati rasa saat informasi PHK itu diterimanya.
Di tengah kekalutan dan ratusan pertanyaan yang menghampiri pikirannya, ia berusaha untuk tenang. Ia mencoba untuk bersikap senormal mungkin dan tersenyum.
“Ada banyak pertanyaan. Kenapa saya? Bagaimana cara saya memberitahu keluarga? Apa yang harus saya lakukan setelah ini? Apalagi anak terbesar saya mau masuk kuliah. Semalaman itu saya galau,” ujar Cahyadi mengenang saat-saat dia di-PHK, Jumat (15/11/2024).
Cahyadi merupakan suami dan ayah dari dua orang anak. Ia mengabdikan hidupnya di salah satu perusahaan media selama 22 tahun.
Baginya, dipecat dalam usia yang tidak lagi muda membuatnya harus berpikir keras. Apalagi hanya dia yang bekerja di keluarga kecilnya.
Usai menandatangani surat PHK, ia mencari pekerjaan ke sana kemari. Ia cukup bernapas lega ketika mendapat sejumlah bantuan dari BPJS Ketenagakerjaan.
“Awalnya saya mengurus pencairan uang BPJS Ketenagakerjaan. Alhamdulillah prosesnya cepat dan sederhana. 1-2 hari uangnya cair tanpa kendala,” ucap warga Buahbatu, Bandung, Jawa Barat ini menjelaskan.
Rupanya ia mendapatkan tambahan dana. Karena ia masuk dalam kategori terkena PHK massal, Cahyadi memperoleh manfaat asuransi Jaminan Kehilangan Pekerjaan.
Asuransi tersebut membuat dirinya selama beberapa bulan memperoleh bantuan dana tunai secara bertahap. Tiga bulan pertama, ia mendapat 45 persen gaji pokok maksimal 5 juta.
Saat itu ia mendapat sekitar Rp 2,3 juta per bulan. Kemudian tiga bulan setelahnya, Cahyadi mendapatkan bantuan Rp 1 juta per bulan. Bantuan itu diberikan dengan catatan ia belum diterima kerja di manapun.
“Uangnya saya gunakan untuk membeli beras. Alhamdulillah, untuk memperpanjang napas sambil mencari kerjaan baru, memberi harapan baru sambil mencari pekerjaan,” tutur dia.
Selain itu, Cahyadi dibantu untuk mengakses lowongan kerja dari perusahaan-perusahaan di Indonesia dan luar negeri melalui aplikasi Siap Kerja.
Tak hanya itu, ia mendapat berbagai kursus peningkatan skill kemampuan kerja. Walaupun akhirnya ia belum berjodoh memperoleh pekerjaan baru.
Lain hal dengan Cahyadi, Nova Nugraha punya kisah kelam berbeda. Ia pun menceritakannya kepada Kompas.com.
Hari itu, ia akan bekerja di opening event Musisi Melukis di Sujiva Café, Jalan Sumur Bandung. Di tengah perjalanan, pria yang akrab disapa Omes ini kecelakaan motor.
Pekerja event organizer itu langsung dilarikan ke rumah sakit. Dokter mengatakan, ia harus menjalani operasi.
Kondisi ini membuat keluarganya terpukul. Selain karena masalah kesehatan, bayangan biaya operasi dan perawatan menggelayut di pikirannya dan keluarga.
Benar saja, biaya rumah sakit yang harus dikeluarkan mencapai Rp 60 juta, jumlah yang terbilang fantastis untuk keluarganya.
"Alhamdulillah, semua perawatan, dari mulai operasi, rawat inap, dokter, obat-obatan, dicover BPJS Ketenagakerjaan,” ungkap dia.
Bahkan untuk biaya fisioterapi yang sampai sekarang harus ia jalankan, ditanggung BPJS Ketenagakerjaan.
“Saya daftar BPJS tahun 2019,” ungkap dia.
Mengingat pentingnya perlindungan asuransi, mantan basis ini berbagi cerita kepada sesama seniman dan pekerja seni. Terutama bagi mereka yang non-gaji dan tunjangan.
Untungnya beberapa waktu lalu, Gabungan Artis dan Seniman Sunda (GaSS) memberikan bantuan subsidi pembayaran BPJS Ketenagakerjaan selama 2 tahun.
Persoalan yang dialami Cahyadi dan Nova yakni PHK serta kecelakaan kerja, menjadi risiko yang mengintai para pekerja di Indonesia, khususnya Jabar. Sayangnya tidak semua pekerja tercover asuransi.
“Lebih dari setengah pekerja aktif di Jabar belum memiliki jaminan sosial ketenagakerjaan. Banyak yang belum memahami manfaat dari kepesertaan BPJS Naker,” ujar Kakanwil BPJS Ketenagakerjaan Jawa Barat, Romie Erfianto.
BPJS Ketenagakerjaan mencatat, dari 23,5 juta penduduk bekerja di Jabar, yang berhak mendapatkan perlindungan adalah 18,9 juta orang.
Namun yang terlindungi Program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan baru 34,1 persennya atau sekitar 6,4 juta orang.
Angka kecelakaan kerja dan PHK
Padahal, angka kecelakaan kerja terus meningkat dan pekerja terus dihadapkan dengan risiko tinggi.
Pada 2019, terdapat 21.157 kasus kecelakaan kerja. Meningkat di 2020 menjadi 33.222 kasus, kemudian sempat menurun sedikit di 2021 menjadi 32.879 kasus.
Namun 2022, kasus kecelakaan kerja meningkat menjadi 46.316 kasus dan 2023 kembali naik signifikan sebanyak 65.841 kasus.
“Untuk 2024 hingga bulan Oktober, jumlah kecelakan kerja sebanyak 63.425 kasus,” beber Romie.
Persoalan lainnya adalah PHK. Jumlah tenaga kerja yang terkena PHK di Jabar mencapai 27.000 orang. Mayoritas berada di industri pengolahan seperti tekstil, garmen, dan alas kaki.
Kemudian di industri pengolahan, perdagangan, rumah makan, jasa akodomasi, serta lembaga keuangan, asuransi, real estate, usaha persewaan, dan jasa.
https://bandung.kompas.com/read/2024/11/15/235340678/secercah-harap-di-tengah-phk-massal