Salin Artikel

Deputi BNPB: Banjir di Karangligar Karawang Sulit Diatasi

Sementara itu, warga berharap ada solusi dan upaya nyata dari pemerintah.

Lukmansyah menyebut, secara prinsip, penanganan banjir memerlukan bekal dan menyiapkan langkah agar risiko bencana bisa ditekan seminimal mungkin.

Dia menambahkan bahwa hujan tidak bisa ditahan, tetapi perlu ada langkah agar banjir tidak terlalu meluap.

Menurutnya, luapan Sungai Cibeet dan Citarum sulit dihindari.

"Kalau untuk menghilangkan banjirnya saya kira akan sulit. Memang kita melakukan upaya seperti sungai Citarum atau irigasi dibuat supaya air yang mengalir dari hujan bisa mengalir ke sungai. Sungainya cukup dalam kita keruk sehingga bisa mengalir tidak meluap. Dan itu merupakan program kerja BBWS," kata Lukmansyah di Kantor Desa Karangligar, Karawang, Jawa Barat, Senin (2/12/2024).

Masyarakat, kata Lukmansyah, harus siap siaga menghadapi bencana, dan BPBD serta Pemerintah setempat harus melakukan koordinasi untuk mitigasi bencana.

Lukmansyah juga menyebut bahwa ia berkunjung ke Desa Karangligar untuk mengecek penanganan bencana yang dilakukan BPBD atau Pemerintah Kabupaten Karawang, seperti penanganan pengungsi dan pemenuhan kebutuhan dasar serta pokok warga terdampak.

Asep Syaepuloh, seorang warga, menyebut masyarakat desanya ingin pemerintah hadir memberi solusi pencegahan banjir di desanya.

"Kami tidak hanya ingin ada solusi soal penanganan banjirnya, tetapi juga pencegahannya," kata Asep.

Asep juga menegaskan bahwa warga Desa Karangligar ingin relokasi menjadi opsi terakhir setelah segala upaya pencegahan yang dilakukan pemerintah tidak membuahkan hasil.

Namun, ia menyebut saat ini upaya pemerintah masih minim.

Misalnya, pintu air di Cibeet yang sedari dulu warga usulkan belum juga terlaksana.

Ketika ditanya soal pembangunan Bendungan Cibeet di Kabupaten Bogor yang diproyeksikan salah satunya untuk menanggulangi banjir di Bekasi dan Karawang, Asep menjawab singkat.

Menurutnya, pencegahan bukan saja perlu dilakukan di daerah hulu, tetapi harus berkesinambungan hingga ke hilir untuk memaksimalkan hasilnya.

"Maksimalkan dulu upaya pemerintah. Yang namanya upaya kan harus berkesinambungan, dari hulu hingga ke hilir," ujar Asep.

Asep menyebut bahwa Sungai Cibeet, yang menjadi salah satu penyumbang banjir ke Desa Karangligar, belum pernah dinormalisasi.

Padahal, menurutnya, kondisinya sudah parah.

Hal senada juga diungkapkan Sekretaris Desa Karangligar, Yosi Apriani, yang menyebut bahwa warga dan Pemerintah Desa Karangligar berharap pemerintah membangun pintu air di Sungai Cibeet dan saluran ke Sungai Cidawolong.

"Jauh sebelumnya, wacana relokasi juga sudah digulirkan. Tapi Pemdes dan warga berharap itu jadi solusi terakhir," kata Yosi.

Diketahui, Desa Karangligar sejak November 2024 sudah lebih dari empat kali direndam banjir.

Biasanya, dalam setahun desa itu bisa belasan kali dilanda banjir.

Pada Senin (2/12/2024), banjir masih merendam 28 rumah di Dusun Kampek, Desa Karangligar.

Sebanyak 28 rumah warga terendam banjir dengan 105 warga dari 38 keluarga terdampak.

Ketinggian air bervariasi hingga mencapai 80 sentimeter.

https://bandung.kompas.com/read/2024/12/02/203158878/deputi-bnpb-banjir-di-karangligar-karawang-sulit-diatasi

Terkini Lainnya

Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Regional
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com