Keduanya terbukti melakukan tindak pidana korupsi pada proyek pembangunan rumah susun di dua lokasi, yakni di Kecamatan Rancaekek dan Kecamatan Solokan Jeruk, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.
Kepala Kejari Kabupaten Bandung, Donny Haryono Setyawan, mengatakan, proyek pembangunan rumah susun tersebut dilaksanakan pada tahun 2018.
Dengan nilai kontrak awal, untuk rumah susun di Kecamatan Solokan Jeruk sebesar 14,3 miliar (Rp 14.354.000.000), sedangkan untuk pembangunan rumah susun di Kecamatan Rancaekek memiliki nilai kontrak Rp 13,1 miliar (Rp 13.148.520.632).
Selain itu, dua pekerjaan yang dilakukan oleh Kementerian PUPR SNVT Jawa Barat itu melibatkan dua perusahaan kontraktor yang berbeda, antara lain PT Indo Dhea Internusa untuk pembangunan di Kecamatan Solokan Jeruk, dan PT ILHO JAYA ALFATIH untuk pembangunan di Kecamatan Rancaekek.
"Dua-duanya ini tidak dapat diselesaikan dari anggaran berjalan tahun 2018. Sehingga diputus kontrak di tahun 2019," katanya saat ditemui di Kantor Kejaksaan Negeri, Baleendah, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Selasa (10/12/2024).
Donny menjelaskan, lantaran tak mencapai target pada 2018, akhirnya dilakukan perjanjian atau kontrak baru atau addendum untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut selama 90 hari, yakni hingga 31 Maret 2019.
Namun, kata dia, hingga pada tenggat waktu yang sudah ditentukan, kedua pekerjaan tersebut masih belum bisa diselesaikan.
Akhirnya, pada tanggal 31 Desember 2019 dilakukan pemutusan kontrak.
Hasil audit yang dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI terbukti bahwa dalam dua pekerjaan itu terdapat kerugian negara.
"Untuk rumah susun di Rancaekek sekitar Rp 3,8 miliar dan di Solokan Jeruk Rp 3,4 miliar," ujarnya.
Atas temuan tersebut, dua orang dengan inisial ABP dan RF resmi dijadikan tersangka.
Keduanya merupakan PPK Kementerian PUPR dari dua proyek tersebut.
Donny mengungkapkan, dalam kasus tersebut juga ditetapkan seorang tersangka lainnya dengan inisial HH yang merupakan kontraktor dari pembangunan rumah susun di Kecamatan Rancaekek.
Sedangkan untuk kontraktor yang mengerjakan rumah susun di Kecamatan Solokan Jeruk, kata Donny, meninggal dunia, sehingga berdasarkan ketentuan Pasal 77 KUHP, apa yang disangkakan kepada yang bersangkutan telah gugur.
"Tersangka yang dilakukan hari ini dua orang PPK. Sedangkan kontraktor atas nama HH tersebut sedang menjalani pidana di Makassar. Dia terkena pidana lain, dan saat ini sedang menjalani hukuman. Kemudian untuk proses hukum di sini nanti kita akan lakukan penjemputan ke Makassar dan akan kami pindahkan ke Lembaga Permasyarakatan yang ada di Kabupaten Bandung (Jelekong)," kata Donny.
Tersangka Bisa Bertambah
Donny mengatakan tak menutup kemungkinan adanya tersangka tambahan dalam kasus tersebut.
Hanya saja, peran sentral pada kedua proyek itu ada di PPK dan kontraktor.
"Ini masih terus kami dalami. Karena kemungkinan masih ada penambahan-penambahan tersangka. Tapi peran sentral itu ada di PPK dan rekanan (kontraktor)," tambahnya.
Saat ini, kata Donny, rumah susun tersebut sudah jadi dan sudah bisa dipakai.
"Kalau rumah susunnya sudah jadi, sudah siap dimanfaatkan. Yang jadi masalah itu di proses pembangunannya, karena setelah diputus kontrak, di tahun berikutnya dianggarkan lagi untuk penyelesaian. Tetapi menjelang proses sampai ini jadi, itulah yang jadi dinamika. Sehingga diputus kontrak, dan ada permasalahan hukum di sini," kata dia.
Atas perbuatannya, para tersangka didakwa dengan Pasal 2 Ayat 1 dan Pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi dengan pidana penjara minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun serta denda paling sedikit Rp 200 juta hingga Rp1 miliar.
https://bandung.kompas.com/read/2024/12/10/095941678/2-pejabat-pupr-jabar-jadi-tersangka-korupsi-rumah-susun-rp-72-miliar