Salin Artikel

Cerita Amelia, Korban Perdagangan Orang di Bangka Belitung yang Bermula dari Loker di Facebook...

BANDUNG, KOMPAS.com - Amelia Gustiani (26), janda anak 3 ini berhasil selamat dari praktik Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). 

Amel, sapaan akrabnya sempat dipaksa menjadi Pekerja Seks Komersial (PSK) di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, namun ditolaknya dengan beragam konsekuensi.

Warga Kecamatan Soreang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat ini bercerita, awal mula terjerat dalam perdagangan orang lantaran sebuah postingan lowongan pekerjaan (loker) di media sosial Facebook.

Saat itu, Amel mengaku tengah membutuhkan uang untuk biaya hidup.

Meski saat itu dia berstatus sebagai karyawan di salah satu pabrik Moci di Soreang, dengan upah Rp 1.000.000, namun biaya hidup memaksanya untuk mencari pekerjaan lain. 

"Awalnya emang cari loker di Facebook, terus ada yang nawarin kerja di kafe dan restoran, mikirnya kafe makanan," katanya saat ditemui di Soreang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Jumat (27/12/2024). 

Tergiur lowongan kerja di media sosial

Lowongan kerja yang dilihatnya, menawarkan upah Rp 3.000.000 per bulan, dengan biaya pemberangkatan ditanggung oleh pihak perusahaan. 

Tak hanya itu, pihak perusahaan juga menawarkan uang Rp 1.000.000 sebagai uang pegangan. 

Saat itu, dia mengaku berkomunikasi dengan orang yang bernama Govin. Bahkan, kata dia, penjelasan terkait upah dan uang kasbon dijelaskan oleh Govin. 

"Di iming-iming bisa kasbon di awal, tergiur itu pertamanya, kebetulan saya lagi butuh banget," lanjut dia.  

Uang kasbon tersebut diterimanya, dari seorang wanita bernama Risa yang merupakan istri dari Govin. 

Uang itu diterima Amel di Cianjur.

Dia menjelaskan, sebelum terbang ke Kepulauan Bangka Belitung, Amel lebih dulu singgah sementara di Cianjur. 

"Dari Bandung dibawa ke Cianjur ke istrinya Govin namanya Risa, baru dikasih kasbon yang Rp 1 juta, uangnya di transfer ke bu saya, karena  memang butuh, jadi saya enggak pegang uang sama sekali," kata dia. 

Dipaksa untuk menjual bir

Setelah dari Cianjur, Amel beserta temannya langsung terbang menuju Bandar Udara H.A.S. Hanandjoeddin atau sebelumnya dikenal sebagai Bandar Udara Buluh Tumbang yang terletak di Tanjung Pandan, Kabupaten Belitung, Kepulauan Bangka Belitung.

Di sana, dia dan temannya dijemput oleh Govin menuju lokasi tempat bekerja yang dijanjikan. 

"Pergi tanggal 1 Desember, nyampe Bangka Belitung itu tanggal 2 Desember," ujarnya. 

Sesampainya di lokasi yang dijanjikan,  ternyata tempat bekerja yang ditawarkan bukanlah kafe atau restoran. 

Namun, sebuah lokasi untuk menjual bir. Di sana Amel diminta untuk menjual bir per-botol dengan keuntungan Rp 10.000 per-botol. 

Dia mengaku sempat bertanya-tanya, mengapa pekerjaannya tidak sesuai dengan yang dijanjikan. Namun, karena dorongan untuk mendapatkan uang lebih membuatnya tetap bertahan di lokasi tersebut. 

Diminta menemani tamu untuk bernyanyi

Saat itu, Amel tak mungkin berbicara jujur kepada keluarga, lantaran pihak keluarga mengetahui Amel bekerja di Jakarta sebagai asisten rumah tangga (ART). 

"Kalau keluarga tahu saya kerja di lokasi kaya gitu pasti enggak diizinkan," kata dia. 

Jika ingin mendapatkan uang lebih, Amel diwajibkan untuk mencari tamu sendiri. Biasanya, untuk mendapatkan tamu dirinya diwajibkan memiliki aplikasi kencan. 

Selain itu, setelah mendapatkan tamu, dirinya diharuskan menemani tamu untuk bernyanyi.

"Saya juga diwajibkan untuk minum, padahal saya enggak suka, itu sampai saya udah bilang gak kuat juga terus dipaksa, dicekokin, sampai pingsan," bebernya.

"Padahal, perjanjian awal juga itu enggak harus minum, cuma untuk nemenin tamu nyanyi misalnya. Tapi ternyata harus wajib minum malah harus kuat minum karena kita kan targetnya jual per botol," katanya. 

Dikurung di dalam mess

Mengetahui dirinya akan dijadikan sebagai PSK, Amel menolak untuk kembali menemani tamu. Namun, hal itu memiliki konsekuensi. 

Selama di sana, Amel hanya disuguhi makan mi instan. Jika ingin membeli makanan di luar mi instan, ia harus membeli sendiri. 

Tak sampai disitu, selama dua pekan di sana, Amel hanya mendapatkan uang Rp 130.000 hasil menjual bir tanpa melayani tamu. 

Bahkan, jika ingin pulang, dia harus membayar uang ganti rugi sebesar Rp 9.000.000.

Fasilitas yang dijanjikan, mulai dari ongkos, makan, hingga fasilitas kecantikan wajib diganti oleh Amel. 

"Nyampe di sana ternyata semuanya jadi utang. Kalau teman saya baru dua hari bilang ke orang tuanya minta ditebus akhirnya ditebus, kalau saya karena gak ada uang jadi jalani," tuturnya. 

Dia mengungkapkan, selama di sana, Amel mengaku dikurung di dalam mess yang juga menjadi tempatnya tidur.

Amel dikurung, lantaran menolak menjadi PSK. Kamar tersebut, kerap digunakan untuk berhubungan badan antara tamu dan rekannya. 

"Karena saya enggak mau jadi saya dikunci dari luar, jadi tiap mess atau tempat tinggal itu juga jadi lokasi kalau mau BO yang di tempat itu. Jadi kalau misalkan teman saya dapet pelanggan, gak ada tempat yang jadi pakai tempat saya dan saya ngungsi ke tempat lain. Rata-rata pendapatan tambahannya itu BO, cuma saya aja gak mau," ucap dia. 

Selain itu, di sana dia kerap mengalami perundungan. Ia mengaku diperlakukan layaknya ART, mulai dari mencuci pakaian, piring hingga diminta untuk memijat. 

"Jadi saya terintimidasi juga di sana," jelasnya. 

Melapor lewat Instagram

Upaya melarikan diri atau terbebas dari lokasi tersebut terus dilakukan Amel, hingga akhirnya Amel memutuskan untuk melaporkan apa yang dialaminya dengan mengirim pesan kepada akun Instagram Polres Belitung. 

Hal itu dilakukannya secara diam-diam, lantaran di lokasi tersebut diawasi oleh CCTV. 

"Saya sempat disuruh men-tag akun kepolisian, terus juga sempat kirim pesan ke akun Instagram Polrestabes Bandung, hingga akhirnya mendapatkan peluang untuk menghubungi akun Instagram Polresta Bandung," katanya. 

Kemudian, Amel terhubung dengan salah satu nomer dari kepolisian yang memintanya untuk memberikan alamat lengkap lokasi dia bekerja. 

Selang beberapa hari, pihak kepolisian dari Bangka Belitung datang ke lokasi untuk menjemput dirinya. 

"Waktu itu polisi bilang sudah dapat arahan dari Kapolresta Bandung Pak Kusworo untuk menerbangkan dirinya ke Bandung," kata dia.

Sementara itu, Kapolresta Bandung, Kombes Pol Kusworo Wibowo mengatakan laporan yang diterima pihaknya tertanggal 16 Desember 2024. 

Menerima laporan itu, pihaknya langsung berkomunikasi dengan kepolisian setempat untuk menjemput korban. 

"Polresta Bandung bergerak cepat untuk menangani kasus ini. Berkat langkah sigap aparat, korban berhasil dipulangkan ke rumahnya pada 18 Desember 2024," kata Kusworo.

Atas kejadian ini, Kusworo menegaskan komitmennya dalam menangani kasus TPPO dan mengimbau masyarakat untuk berhati-hati terhadap tawaran pekerjaan yang mencurigakan, terutama melalui media sosial. 

"Kami akan terus bekerja keras untuk melindungi warga dari kejahatan perdagangan orang. Jangan ragu melapor jika merasa menjadi korban," jelas dia.

https://bandung.kompas.com/read/2024/12/27/153338378/cerita-amelia-korban-perdagangan-orang-di-bangka-belitung-yang-bermula-dari

Terkini Lainnya

Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Regional
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Regional
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com