Salin Artikel

Kisah Pilu Purnama Alam, Keluarga Kirim Uang Tebusan 40 Juta, tetapi Nyawa Korban Melayang...

SUKABUMI, KOMPAS.com - Purnama Alam (24 tahun), salah seorang warga Kampung Cikaramat, Desa Mekarsari, Kecamatan Ciemas, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, diduga menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di Kamboja.

Namun, Purnama Alam dikabarkan telah meninggal dunia. Kabar tersebut diterima pihak keluarganya pada 19 September 2024 lalu.

"Pada hari Kamis, tanggal 19 September 2024, keluarga mendapatkan informasi korban meninggal dunia," kata Jejen Nurjanah, Ketua Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Sukabumi, dalam laporan keterangannya yang dikutip Kompas.com, Rabu (8/1/2025).

"Informasi kepada keluarga berasal dari kepala desa berdasarkan informasi dari SBMI Sukabumi," tuturnya.

Dalam laporan keterangan itu, Jejen menyebut Purnama berangkat pertama kali pada bulan Februari 2024.

Ia mendapatkan informasi tentang pekerjaan di luar negeri dari pria bernama Erik melalui Instagram.

Kemudian, korban membuat paspor di Batam dan menemui pria bernama Fauzi atas instruksi Erik.

Purnama kemudian sadar bahwa ia menjadi korban TPPO, tetapi tak bisa kembali sehingga harus berangkat ke Malaysia.

“Setelah berada di Batam, korban baru sadar bahwa mereka sudah tertipu. Purnama sempat menelepon ibunya minta didoakan. Ibunya juga sudah menyuruh pulang, tetapi jawaban korban bilang sudah terjerat utang dan harus ganti rugi. Lalu, korban diberangkatkan ke Malaysia," kata Jejen.

Purnama berangkat ke Malaysia bersama dengan tiga orang lainnya.

Saat berada di negeri jiran itu, mereka kemudian berangkat ke Kamboja sebanyak 15 orang.

Saat berada di Kamboja, Purnama juga sempat memberikan kabar bahwa dirinya dipekerjakan tidak sesuai yang dijanjikan. Ia juga bekerja selama 13 hingga 15 jam dalam satu hari.

"Selama bekerja, korban sering mengeluh tentang makanan dan pekerjaan, bahkan minta dikirim uang untuk makan," ucap Jejen.

"Keluarga pernah mengirim uang, tak lama kemudian meminta uang tebusan sebesar Rp 40 juta. Namun, Purnama meminta keringanan dan keluarga mengirimkan uang Rp 10 juta dan korban kemudian tak ada kabar sebab handphone-nya diambil perusahaan," ucap Jejen.

Tak lama kemudian, korban sempat mendapatkan ancaman akan disiksa dan dimintai uang tebusan kembali sekitar Rp 50 juta.

Namun, pihak keluarga hanya mampu memberikan Rp 30 juta sehingga total sudah Rp 40 juta yang diberikan keluarga. Selepas itu, Purnama kembali tak bisa dihubungi.

Kemudian, beberapa minggu barulah keluarga mendapat kabar bahwa korban masuk ke rumah sakit.

"Pada 14 Agustus, perusahaan memberikan foto korban yang sedang dirawat di rumah sakit dan akan dipulangkan pada tanggal 16, tetapi yang bisa pulang hanya Purnama, sedangkan istrinya tidak bisa, harus ditebus sebesar Rp 40 juta. Dari situ tidak ada kabar lagi hingga pada 19 September, Purnama meninggal dunia," ucap Jejen.

Kini, pihak SBMI Sukabumi telah melakukan beberapa upaya untuk kepulangan Purnama dan istrinya itu.

Namun, Jejen menyebut bahwa masih menemui kendala untuk kepulangan mereka.

"Perusahaan belum bertanggung jawab untuk biaya pemulangan jenazahnya. Terkendala biaya," ucap Jejen.

Sebelumnya, Purnama mendapatkan tawaran bekerja sebagai operator komputer di Thailand, tetapi naas, ia dan istrinya malah diduga menjadi korban TPPO.

https://bandung.kompas.com/read/2025/01/08/190443778/kisah-pilu-purnama-alam-keluarga-kirim-uang-tebusan-40-juta-tetapi-nyawa

Terkini Lainnya

Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Regional
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Regional
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com