Salin Artikel

Tolak PPN 12 Persen, BEM Muhammadiyah Cirebon Suarakan Tarik Pajak Khusus Orang Kaya

CIREBON, KOMPAS.com - Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Cirebon (BEM UMC) melakukan aksi unjuk rasa di depan kantor DPRD Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, Kamis (9/1/2025) petang.

Mereka menolak kenaikan PPN 12 persen dan meminta Presiden Indonesia untuk menarik pajak khusus bagi orang kaya di Indonesia.

Pantauan Kompas.com di lokasi, sejumlah mahasiswa dan mahasiswi berunjuk rasa menggunakan almamater dan jaket merah marun.

Mereka datang membentangkan sejumlah spanduk dan poster yang berisi kritik terhadap kebijakan kenaikan PPN 12 persen.

Aksi ini diwarnai dengan orasi dari mahasiswa dan mahasiswi secara bergantian.

Mereka juga membakar ban dan membacakan sejumlah tuntutan serta puisi yang ditujukan kepada pemerintah.

Gymnastiar, Presiden BEM UMC, menyampaikan pihaknya menolak dan meminta pemerintah untuk mencabut PPN 12 persen yang telah ditetapkan.

Mereka meyakini, meskipun diksi yang digunakan hanya untuk barang mewah, faktanya kenaikan PPN 12 persen sangat berdampak pada banyak masyarakat kecil.

"Kami menolak kenaikan PPN 12 persen. Apa pun diksi yang disampaikan pemerintah hanya berlaku untuk barang mewah dan sebagainya, jelas kami berada di barisan paling depan menolak itu. Dampak kenaikan itu jelas dirasakan banyak masyarakat kecil," kata Gymnastiar saat ditemui Kompas.com usai unjuk rasa.

Pihaknya justru meminta Presiden untuk memperlakukan pajak kekayaan khusus bagi orang-orang kaya di Indonesia.

Berdasarkan kajian bersama banyak mahasiswa di UMC, Gymnastiar menyebut pemerintah hanya akan mendapatkan kurang lebih Rp 50 triliun dari pajak kenaikan 12 persen.

Namun, menurut mereka, bila pemerintah Indonesia menetapkan pajak khusus 2 persen untuk orang kaya tiap tahunnya, akan mendapatkan kurang lebih Rp 81 triliun.

"Presiden harus berani mengambil sikap dengan memajaki orang-orang kaya 2 persen per tahun. Ini jelas, pertama masyarakat kelas menengah bawah tidak akan menjadi korban. Yang kedua, fiskal pemerintah akan meningkat dengan memperlakukan pajak kekayaan tersebut," ucap Gymnastiar.

Mahasiswa dengan konsentrasi studi hukum ini membantah anggapan bahwa pajak kekayaan hanya berdampak pada barang mewah.

Kenyataannya, seluruh barang dan jasa akan saling memengaruhi satu sama lain.

Kenaikan ini juga akan menyumbang kenaikan inflasi yang terus naik setiap saat.

Masih berfokus pada penerapan pajak orang kaya, Gymnastiar menegaskan ada 50 orang terkaya di Indonesia yang hartanya setara dengan 50 juta masyarakat di Indonesia.

Jika pemerintah berani mengambil sikap, Indonesia akan mendapatkan sebesar Rp 81 triliun per tahun.

"Pajak orang-orang kaya per tahun 2 persen dari 50 orang terkaya saja itu sudah Rp 81 triliun, apalagi kepada semua triliuner yang ada di Indonesia. Sudah berapa pendapatan yang didapatkan pemerintah," keluh Gymnastiar.

Hasan Basori, Wakil Ketua DPRD Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, yang menemui unjuk rasa mahasiswa, menyebut pihaknya menampung seluruh aspirasi masyarakat.

Kritik serta keluhan terkait kenaikan PPN 12 persen juga akan dibahas oleh DPRD Kabupaten Cirebon.

Namun, pihaknya belum dapat menentukan terkait penolakan pajak PPN 12 persen karena hal ini merupakan kebijakan pemerintah pusat.

"Kami tampung semua aspirasi masyarakat, termasuk mahasiswa. Kritik yang disampaikan dalam tuntutan juga akan dibahas internal DPRD Kabupaten Cirebon. Namun, PPN 12 persen adalah kebijakan pemerintah pusat dan sudah ditetapkan," kata Hasan saat menggelar diskusi terbuka dengan peserta aksi.

Hasan juga menyebut, sejumlah kritik yang ditujukan kepada DPRD dan Pemerintah Kabupaten Cirebon, khususnya soal jalan rusak, sampah, dan beberapa hal lainnya juga akan dikomunikasikan dengan pihak terkait.

https://bandung.kompas.com/read/2025/01/09/191708178/tolak-ppn-12-persen-bem-muhammadiyah-cirebon-suarakan-tarik-pajak-khusus

Terkini Lainnya

Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Regional
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Regional
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com