Salin Artikel

Dedi Mulyadi Ancam Pidanakan Tambang Ilegal yang Rusak Jalan di Jabar: Itu Juga Korupsi

Kepada Kompas.com via sambungan telepon, Kamis (16/1/2025), Dedi menyoroti maraknya truk besar pengangkut tanah dan batu yang melewati jalur tersebut setiap hari, bahkan mencapai ratusan kendaraan.

"Dulu pernah ada korban jiwa, seorang tukang becak dan anak muda tewas karena tertabrak truk yang mengalami rem blong. Saya waktu itu ikut membantu mengurusnya," ujar Dedi.

Ia menegaskan, masalah ini harus segera diselesaikan untuk melindungi masyarakat dan menjaga kelestarian lingkungan.

Dedi menjelaskan bahwa kawasan Ciater, Subang, dulunya dirancang oleh Belanda sebagai wilayah penyangga dengan perkebunan teh untuk menjaga ekosistem kaki gunung.

Namun, kini banyak truk tambang, termasuk pengangkut hasil tambang ilegal, melintasi jalur tersebut. Beberapa truk bahkan diketahui tidak memiliki izin operasional yang masih berlaku.

"Dari pantauan saya, ada truk yang kabur saat diperiksa. Ada juga yang izinnya sudah habis dua tahun lalu. Jumlahnya sangat banyak, dan ini seperti dibiarkan. Jalan di Subang sudah rusak parah, bahkan di area kota. Saya minta aktivitas ini dihentikan," tegasnya.

Dedi menayangkan video inspeksi mendadak (sidak) ke kawasan tambang di Subang dalam akun Instagram miliknya, @dedimulyadi71. Ia sempat memberikan uang saku ke sejumlah sopir truk tambang ilegal agar tidak melewati lagi jalan Ciater.

"Saya tidak mau merugikan mereka (sopir truk) juga," ucap Dedi.

Ancaman pidana lingkungan

Meski belum resmi dilantik sebagai Gubernur Jawa Barat, Dedi mengatakan pihaknya telah meminta Sekretaris Daerah Jawa Barat untuk menuntaskan masalah tambang ilegal dan kerusakan lingkungan akibatnya. Ia menekankan perlunya regulasi yang jelas agar industri dapat berjalan tanpa merusak lingkungan.

Dedi juga menyoroti dampak dari penambangan liar yang menggali tanah hingga kedalaman 20 meter. Ia mengingatkan potensi bencana seperti longsor di Sukabumi, di mana tanah yang digali dalam menjadi rentan terhadap rembesan air hujan karena hilangnya vegetasi penopang.

"Saya melihat penurunan kunjungan wisata ke Ciater karena jalan rusak akibat truk tambang. Ekosistemnya hancur, padahal ini kawasan wisata favorit," kata Dedi.

Ia mengakui bahwa dirinya pun sering menghindari jalur tersebut saat menuju Bandung karena kondisi jalan yang tidak nyaman dan berdebu.

Menurut Dedi, aktivitas tambang ilegal tidak hanya merusak lingkungan, tetapi juga merugikan negara. Ia menyebut kerusakan jalan yang harus diperbaiki menggunakan APBD sebagai bentuk kerugian negara yang masuk kategori korupsi.

"Saat saya menjabat nanti, saya akan mengusut tuntas masalah tambang ilegal. Saya juga akan mengaudit semua tambang di Jawa Barat secara detail, termasuk kedalaman tanah yang digali, pajak yang dibayar, dan dampak kerusakan lingkungan. Tidak ada kompromi, ini masuk pidana lingkungan," tegas Dedi.

Peringatan Dedi berlaku untuk semua tambang yang merusak lingkungan di Jawa Barat, termasuk di kawasan Parungpanjang, Kabupaten Bogor. "Saya peringatkan, tidak ada toleransi bagi penambang yang merusak lingkungan dan jalan," tandasnya.

Dedi pun menyamakan kerusakan jalan akibat tambang ilegal dengan kerusakan lingkungan akibat tambang timah di Bangka Belitung sebagai tindak pidana korupsi.

https://bandung.kompas.com/read/2025/01/16/111710478/dedi-mulyadi-ancam-pidanakan-tambang-ilegal-yang-rusak-jalan-di-jabar-itu

Terkini Lainnya

Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Regional
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Regional
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com