Salin Artikel

Dedi Mulyadi: Hadapi Penambang Ilegal Harus dengan Nyali Bukan Lagi Pendekatan Akademik

Hal itu disampaikan Dedi saat pertemuan dengan sejumlah pejabat Pemprov Jabar terkait evaluasi tambang dan lingkungan hidup di Lembur Pakuan, Subang, Jawa Barat, Minggu (19/2/2025).

"Saya mohon maaf kalau kemarin agak keras karena kan kalau ngadepin penambang itu enggak bisa lagi pakai cara berpikir akademik, tetapi kitanya harus punya nyali," kata Dedi di akun Youtube Kang Dedi Mulyadi Channel dan dikonfirmasi ulang Kompas.com melalui telepon, Senin (20/1/2025).

Pada pertemuan itu, Dedi menyoroti berbagai persoalan tata ruang yang dinilainya tidak sesuai dengan kebutuhan pengelolaan lingkungan dan pembangunan daerah.

Kata dia, ada daerah irigasi teknis berubah menjadi permukiman, daerah hutan dibuka untuk industri, tambang ilegal yang melanggar izin hingga menyebabkan kerusakan lingkungan.

"Ini tidak bisa dibiarkan,” tegasnya.

Dedi menyampaikan pengalamannya saat menjabat sebagai Bupati Purwakarta. Saat itu, penyelesaian masalah lingkungan dilakukan dengan pendekatan komprehensif.

“Misalnya saat ada proyek Pembangkit Listrik Tenaga Surya di Cirata. Solusinya sederhana, setelah tanah dikeruk, pihak proyek wajib menyerahkan jaminan untuk memperbaiki jalan dan merapikan kembali lokasi,” jelasnya.

Ihwal tambang ilegal, Dedi menyebut adanya sejumlah pola pelanggaran. Contohnya, izin yang tumpang tindih, manipulasi data produksi, hingga dampak lingkungan yang signifikan.

“Tambang ilegal ini bukan hanya tidak membayar pajak, tetapi juga merusak infrastruktur dan lingkungan. Pola ini harus diubah,” tegasnya.

Sebagai langkah konkret, Dedi berencana memanfaatkan teknologi satelit untuk memetakan lokasi tambang ilegal di Jawa Barat. Ia juga berkomitmen membangun kantor-kantor di kabupaten untuk mendekatkan pengawasan.

Dedi menekankan pentingnya koordinasi dengan Aparat Penegak Hukum (APH). Dia akan menjalin kerja sama dengan Kejaksaan Tinggi dan Polda untuk menangani tambang ilegal secara serius.

"Kita perlu pendekatan berbasis hukum dan menghitung kerugian negara secara transparan,” ucapnya.

Lebih lanjut, Dedi menyoroti pentingnya insentif bagi desa-desa yang menjaga ekosistem. Daerah pegunungan yang menjadi benteng air, energi, dan karbon harus mendapat dukungan pembangunan.

"Mereka adalah kunci mencegah longsor dan kerusakan lingkungan,” katanya.

Dedi optimistis bahwa dengan dukungan masyarakat dan media, persoalan tambang ilegal dan penataan tata ruang di Jawa Barat bisa ditangani dengan baik. Jika semua pihak bekerja dengan visi yang sama, kata dia, masalah ini bisa selesai.

"Publik perlu tahu bahwa kita bekerja untuk perubahan yang nyata,” jelasnya.

https://bandung.kompas.com/read/2025/01/20/111715578/dedi-mulyadi-hadapi-penambang-ilegal-harus-dengan-nyali-bukan-lagi

Terkini Lainnya

Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Regional
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com