Salin Artikel

Pilu Satpam Tewas oleh Anak Majikan, Tinggalkan 4 Anak, Keluarga Curhat ke Dedi Mulyadi

SUKABUMI, KOMPAS.com - Septian, seorang satpam asal Kecamatan Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, tewas di tangan anak majikannya pada Jumat (17/1/2025) di tempatnya bekerja di Lawang Gintung, Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor, Jawa Barat.

Septian tewas dengan cara dibunuh, dengan 22 luka yang bersarang pada tubuhnya.

Polisi juga menyebut ada dugaan pembunuhan berencana yang dilakukan tersangka untuk menghabisi nyawa Septian.

“Hasil otopsi terdapat 22 luka di tubuh korban, tetapi itu tidak menyebabkan kematian korban. Namun, ada satu luka di bagian leher, bagian pembuluh leher kiri korban," ujar Kasat Reskrim Polresta Bogor Kota, AKP Aji Riznaldi, pada Senin (20/1/2025).

Saat kejadian, Septian sedang tertidur dan tidak sempat melakukan perlawanan.

Ada empat orang anak yang ditinggalkan oleh Septian, dua di antaranya masih bersekolah di sekolah dasar.

Dari keterangan Dewi (47 tahun), selaku istri korban, Septian adalah satu-satunya tulang punggung keluarga kecil mereka untuk mencari nafkah.

Setelah kepergian sang suami, Dewi kebingungan untuk mencukupi kebutuhan rumah tangga sebab dirinya tak bekerja dan hanya menjadi ibu rumah tangga.

"Kondisi almarhum itu tulang punggung keluarga. Almarhum meninggalkan empat anak, yang masih sekolah itu ada dua, berumur delapan dan enam tahun, sementara dua lagi sudah lulus sekolah," ucap Dewi.

"Kondisi saya tidak bekerja (ibu rumah tangga), bayar ini bayar itu sama suami. Sekarang suami tidak ada, saya mau minta ke siapa buat biaya sehari-hari, untuk makan, bayar kontrakan, biaya sekolah, ya mau siapa?" ucap Dewi saat ditemui di Kampung Cibarengkok Rt 1 Rw 7, Desa Citarik, Kecamatan Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, pada Rabu (22/1/2025).

"Bahkan, sekarang saya menumpang di rumah adik, bingung ke depannya mau minta ke siapa," katanya.

Dewi dan keluarga Septian pada Sabtu (18/1/2025) bertemu langsung dengan Gubernur terpilih Jawa Barat, Dedi Mulyadi, di Subang.

Pada pertemuan itu, Aris G (40 tahun), selaku adik ipar korban, menceritakan dalam obrolan tersebut keluarga sempat curhat mengenai proses hukum yang bakal berjalan.

Pasalnya, desas-desus yang didengar Aris menyebutkan tersangka ini berlatar belakang keluarga advokat.

Namun, dalam pertemuan itu, lanjut Aris, Dedi Mulyadi menguatkan pihak keluarga bahwa hukum pasti akan ditegakkan.

Gubernur terpilih juga meminta keluarga percaya pada proses hukum yang bakal berjalan dan memberikan keadilan.

"Itu sekitar 15.30 WIB, bertemu di Subang. Beliau menyampaikan kami ini harus percaya pada hukum di negara (bakal) tegak lurus, dan tidak ada tekanan dari sana sini. Kita tegak lurus (percaya) mengacu pada aturan yang berlaku," ucap Aris.

Kini keluarga merasa optimistis, nantinya bakal ada keadilan atas apa yang terjadi pada Septian.

Dewi mengaku bahwa dirinya bakal memaafkan pelaku yang membuat nyawa suaminya itu hilang, tetapi Dewi masih memerlukan waktu untuk menerima kedatangan dari pihak pelaku.

Sebab, menurut Dewi, saat ini dirinya masih memerlukan waktu untuk menyesuaikan diri dengan kenyataan yang harus ia hadapi bahwa suaminya itu telah tiada.

"Bagi saya, kalau mau datang untuk iktikad baik, datang ke rumah, ya pasti dimaafkan. Namun, saat ini saya belum bisa," lanjut Dewi.

Dewi juga menegaskan bahwa dirinya ingin hukum ditegakkan dan menolak kata damai.

"Kalau berdamai, sampai kapan pun tidak mau. Ingin tegak lurus (soal proses hukum) dan agar setimpal dengan perbuatannya, meskipun ada permintaan maaf," tegas Dewi.

Pada Senin (20/1/2025), Kepolisian Bogor Kota menetapkan A alias Abraham Michael (26 tahun) sebagai tersangka dalam kasus tewasnya Septian.

Polisi kemudian menjerat Abraham dengan pasal berlapis, yakni Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana serta Pasal 338 subsider Pasal 351 ayat 3, dengan hukuman maksimal seumur hidup.

https://bandung.kompas.com/read/2025/01/24/071624678/pilu-satpam-tewas-oleh-anak-majikan-tinggalkan-4-anak-keluarga-curhat-ke

Terkini Lainnya

Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Regional
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Regional
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com