Hal ini disampaikan oleh Kepala Desa Ciganjeng, Imang Wardiman, dalam percakapan telepon pada Kamis (30/1/2025).
"Anak Pak Ade Dahman, Pak Darisman, tidak tahu secara detail (terkait sertifikat)," ujar Imang.
Ia menambahkan bahwa almarhum Ade Dahman tidak pernah memberitahu anaknya tentang penjaminkan sertifikat tanah seluas 1.400 meter persegi itu ke bank.
Bahkan, ahli waris juga tidak mengetahui tujuan penggunaan uang hasil pinjaman tersebut.
"Uangnya untuk apa, keluarga tidak tahu," kata Imang berdasarkan keterangan dari pihak ahli waris.
Imang menjelaskan bahwa surat-surat tanah yang kini dikuasai Kementerian Keuangan dulunya hanya merupakan Letter C.
Pada tahun 1982, tanah tersebut bersertifikat atas nama Ade Dahman Suparman.
"Letter C-nya atas nama Muski, yang masih saudara dengan Pak Ade Dahman," ujarnya.
Berdasarkan informasi yang diperoleh Imang dari KPKNL Tasikmalaya, terjadi kredit macet di bank pada tahun 1993 dengan jaminan sertifikat tanah tersebut.
Diduga, setelah memiliki sertifikat, pemilik sebelumnya langsung meminjamkan sertifikat ke bank.
Pada tahun 1997, Imang menyebutkan ada transaksi penjualan tanah kepada warga, di antaranya atas nama Rasmo dan lainnya.
"Jadi sudah tahu macet tahun 1993, tahun 1997 dijual," kata Imang.
Lebih lanjut, pada tahun 1999, bank tempat Ade Dahman menjaminkan sertifikat tanahnya mengalami masalah dan dinyatakan kurang sehat.
Bank tersebut kemudian ditangani oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).
"Hingga 2001 kalau tidak salah (bank ditangani BPPN). Kemudian aset-aset bank tersebut ditarik Kementerian Keuangan," jelas Imang.
Sebelumnya, tujuh warga di Dusun Pasar, Desa Ciganjeng, Kecamatan Padaherang, mengungkapkan kekhawatiran mereka setelah tanah dan bangunan mereka dipasangi plang oleh Kementerian Keuangan.
Dalam plang tersebut tercantum bahwa tanah tersebut berada dalam penguasaan Kementerian Keuangan.
Kepala Subdirektorat Hubungan Masyarakat DJKN Kemenkeu, Adi Wibowo, mengatakan bahwa tanah dan bangunan yang dipasangi plang tersebut merupakan barang jaminan yang diambil alih.
Hal itu artinya, tanah dan bangunan tersebut sebelumnya dijadikan jaminan dalam perjanjian pinjaman atau kredit dan pemiliknya gagal memenuhi kewajiban pembayaran.
"Aset tersebut merupakan bagian dari barang jaminan yang diambil alih dan telah melalui berbagai tahapan hukum serta pengelolaan sesuai peraturan yang berlaku," ujarnya saat dikonfirmasi Kompas.com, Kamis (30/1/2025).
Kemudian, setelah melewati masa krisis perbankan dan pengelolaan oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), aset ini ditetapkan sebagai kekayaan negara.
https://bandung.kompas.com/read/2025/01/30/170549478/ahli-waris-tanah-di-pangandaran-yang-diklaim-kemenkeu-tak-tahu-sertifikat