Salin Artikel

Duduk Perkara LPK Tahan Ratusan Ijazah di Karawang hingga Dedi Mulyadi Diminta Turun Tangan

KARAWANG, KOMPAS.com - Ratusan warga Karawang, Jawa Barat, meminta Lembaga Pelatihan Kerja (LPK) Galuh Berkarya mengembalikan ijazah mereka yang ditahan sejak 2023.

Ijazah tersebut dijadikan jaminan dalam program magang ke Jepang, tetapi hingga kini para peserta tak kunjung diberangkatkan.

Salah satu peserta, Dana Iswara (25), mengadu kepada Gubernur Jawa Barat terpilih, Dedi Mulyadi, agar membantu menyelesaikan permasalahan ini.

"Saya kami minta tolong ke Pak Dedi, kami ingin ijazah kami kembali. Sudah hampir setahun ijazah saya ditahan oleh pihak LPK. Itu yang ditahan ijazah asli padahal ijazah adalah hasil dari perjuangan kami belajar di sekolah," ujar Dana, Senin (3/1/2025).

Janji Magang yang Tidak Jelas

Dana mengikuti pelatihan Bahasa Jepang yang diadakan oleh Balai Latihan Kerja Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Karawang sejak Februari 2023. Namun, hingga kini ia dan peserta lainnya belum diberangkatkan ke Jepang.

Selama pelatihan di LPK Galuh Berkarya, Dana mengaku tidak mendapatkan buku atau bahan keterampilan yang mendukung pekerjaan di Jepang. Bahkan, sebagian besar pelatihan hanya dilakukan secara daring.

Karena merasa terlalu lama menunggu, beberapa peserta berinisiatif mengambil kembali ijazahnya untuk melamar pekerjaan di tempat lain. Namun, mereka justru dipersulit.

"Saya sempat ragu dengan LPK ini, maka saya meminta ijazah saya untuk berusaha melamar kerja ke tempat lain. Tapi saya cuma dapat PDF-nya saja," kata Dana.

Denda Rp 15 Juta untuk Mengambil Ijazah

Peserta yang ingin mengambil kembali ijazahnya diminta membayar Rp 15 juta sebagai denda karena dianggap mengundurkan diri.

Tumsih, salah satu orang tua peserta, mengaku mengalami nasib serupa. Ia memasukkan dua anaknya ke LPK Galuh Berkarya dan juga harus menjaminkan dua BPKB motor sebagai jaminan selama pelatihan.

"Belum juga berangkat, sekarang mau keluar harus bayar Rp 15 juta tiap orang. Uang dari mana, anak saya di sini kan mau kerja cari uang," ungkapnya.

Menurut Tumsih, ia tidak mempermasalahkan BPKB kendaraannya masih ditahan sebagai jaminan biaya pelatihan. Namun, ia berharap ijazah anak-anaknya bisa dikembalikan agar mereka dapat mencari pekerjaan di tempat lain.

"Berangkat ke Jepang enggak jelas, ijazah ditahan enggak bisa kerja di tempat lain," ujarnya.

Upaya Hukum dan Respons Pemerintah

Kuasa Hukum peserta LPK, Rudi Budi Gunawan, menyampaikan bahwa dirinya menerima kuasa dari 14 korban, sementara jumlah peserta yang mengalami hal serupa mencapai 111 orang.

"Kami minta masalah ini diusut serius oleh Disnaker, Polres, dan sesuai program Gubernur Jabar terpilih Dedi Mulyadi soal penanganan ijazah," katanya.

Ia juga menyatakan telah mengadukan permasalahan ini ke DPRD, Disnakertrans Karawang, dan Polres Karawang untuk ditindaklanjuti.

Penjelasan dari LPK Galuh Berkarya

Koordinator LPK Galuh Berkarya, Timi Nurjaman, menjelaskan bahwa lembaga ini baru berdiri beberapa tahun terakhir dan bertujuan membantu warga Karawang bekerja ke luar negeri, khususnya Jepang.

LPK menerapkan sistem pembiayaan mandiri dan dana talang, di mana peserta yang memilih dana talang tidak dibebankan biaya awal saat masuk, tetapi harus membayar setelah dinyatakan siap berangkat ke Jepang.

"Bagaimana untuk mengikatkan keseriusan itu salah satunya mereka menyimpan ijazah sebagai bukti keseriusan jangan sampai baru 2-3 bulan keluar," kata Timi.

Terkait keberangkatan ke Jepang, Timi menyebut peserta harus mengikuti pelatihan selama 6-9 bulan dan lulus ujian negara Jepang, yaitu ujian bahasa Jepang (JFT/JLPT) dan keahlian kerja khusus (SSW).

"Untuk bisa bekerja di Jepang sangat ketat, dan sejauh ini kita sudah memberangkatkan 5 orang magang ke Jepang," tandasnya.

https://bandung.kompas.com/read/2025/02/04/153108978/duduk-perkara-lpk-tahan-ratusan-ijazah-di-karawang-hingga-dedi-mulyadi

Terkini Lainnya

Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Regional
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com