Salin Artikel

Dedi Mulyadi: Semua Orang Ingin Jadi Bekasi, Tak Mau Kuningan, Kenapa?

Dalam kesempatan tersebut, Dedi menyoroti berbagai permasalahan yang dihadapi oleh perkotaan dan pentingnya menjaga keseimbangan antara pembangunan dan keberlanjutan lingkungan.

Menurut Dedi, perkembangan perkotaan yang semakin pesat menyebabkan berbagai dampak negatif.

“Yang perkotaan, kita jorok lagi. Apa kebutuhan perkotaan? Ya, itu tadi. Ruang terbuka semakin menempel. Jumlah tunduk semakin banyak. Kebutuhan tanah semakin tinggi,” ujarnya dalam Instagram @dedimulyadi71 yang dikonfirmasi ulang Kompas.com, Rabu.

Selain itu, Dedi juga menyoroti pencemaran lingkungan yang semakin meningkat akibat aktivitas keluarga dan industri.

“Pencemaran lingkungan dari mulai keluarga sama industri semakin kuat,” tambahnya.

Ia juga menyebutkan, fenomena perpindahan warga perkotaan ke daerah yang lebih sejuk, seperti pegunungan, pada akhirnya menyebabkan pengambilan ruang terbuka hijau yang vital bagi kelestarian alam.

Sebagai contoh, Dedi mengungkapkan kebijakan di China yang membatasi orang kota untuk membeli tanah di desa.

“Di media sosial Pemerintah China itu keren, dia memberlakukan aturan bahwa orang kota tidak boleh beli tanah di desa, orang kota tidak boleh bangun rumah di desa. Mereka hanya boleh sewa, tapi tidak boleh membeli,” tegasnya.

Menurut Dedi, kebijakan tersebut berdampak positif bagi ekonomi desa, yang tumbuh dari uang sewa yang dibayarkan oleh orang kota.

Lebih lanjut, Dedi juga membahas permasalahan pembiayaan daerah dan dampaknya terhadap pembangunan. “Semua orang pengin jadi Bekasi. Kenapa? Industri tumbuh, harga tanah naik, pendapatan daerah meningkat,” ujarnya.

Namun, di sisi lain, Dedi mencatat bahwa banyak daerah yang tidak berkembang karena kurangnya daya tarik ekonomi.

“Orang tidak mau jadi kuningan, nungguin gunung, nungguin mata air, enggak ada pendapatan. Enggak mau juga jadi daerah baru Selatan,” jelasnya.

Sebagai solusi untuk mengatasi masalah ini, Dedi mengusulkan pemberian insentif untuk kawasan yang dapat menghasilkan mata air dan menjaga keberlanjutan sumber daya alam.

“Saya menawarkan insentif untuk menghasil mata air, insentif untuk kawasan juta,” tutupnya.

Pernyataan tersebut menggarisbawahi pentingnya kolaborasi antara sektor industri, pemerintah, dan masyarakat untuk menciptakan pembangunan yang berkelanjutan dan mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan.

https://bandung.kompas.com/read/2025/02/26/115050478/dedi-mulyadi-semua-orang-ingin-jadi-bekasi-tak-mau-kuningan-kenapa

Terkini Lainnya

Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Regional
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Regional
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com