Salin Artikel

Banjir Parah di Griya Bandung Indah: Ratusan Rumah Terendam, Harap Normalisasi Sungai Cipeso

BANDUNG, KOMPAS.com - Ratusan rumah di Kompleks Griya Bandung Indah (GBI) kembali terendam banjir, dampak dari luapan Sungai Cipeso, Selasa (4/3/2025).

Banjir tersebut disebabkan meningkatnya volume Sungai Cipeso setelah hujan dengan intensitas tinggi mengguyur Kabupaten Bandung dan sekitarnya.

Ketua RW 10 Kompleks GBI, Ahmad Sanusi (58), mengatakan di RW 10 saja ada 320 keluarga dan 270 rumah yang terendam luapan Sungai Cipeso.

Ahmad menjelaskan, banjir di Kompleks GBI tidak hanya melanda RW 10 saja, tiga RW lain seperti RW 12, RW 8, dan RW 9 juga terdampak.

"Kalau di RW 10 yang segitu, belum dengan RW yang lain. Yang paling parah RW 10, kemudian RW 12, RW 9, RW 8. Cuma yang paling parah wilayah kami RW 10, karena mungkin lebih rendah atau lebih rendah," katanya ditemui di lokasi.

Ahmad menjelaskan banjir di Kompleks GBI tergantung pada curah hujan yang turun di wilayah Bandung dan sekitarnya.

Dia menyebut pembuangan dari Kompleks GBI tidak mengalir ke Sungai Cipeso, pasalnya Sungai Cipeso saat ini memiliki debit air yang terbilang tinggi.

"Ketika pintu air ditutup, perbandingannya kelihatan bahwa Cipeso 40 cm lebih tinggi dari permukaan aliran dari perumahan. Jadi terbayang kalau enggak ada pintu air, banjir di kompleks kami itu lebih parah gitu," katanya.

Ketinggian air di RW 10, kata dia, bisa mencapai 60 sentimeter bahkan lebih.

Jika di jalan kompleks banjir sudah mencapai satu meter, Ahmad menyebut dipastikan bagian dalam rumah warga ikut terendam.

"Ketinggian bisa 60 sentimeter saat ini, masuk ke rumah kalau ketinggian sudah parah, jadi di jalan sudah tinggi, pasti ke rumah ya pasti masuk," beber dia.

Sementara, warga mesti menunggu selama 24 jam untuk memastikan air kembali surut.

Itu pun, kata Ahmad, setelah dibantu mesin atau pompa penyedot air.

Jika dibiarkan normal, tanpa bantuan mesin, kata dia, air akan kembali surut setelah dua atau tiga hari.

"Itu mesin sejak 2018, kalau mesin mungkin 24 jam surut. Kalau tanpa bantuan ya 2 hari 3 hari. Belum juga ada pintu air yang ikut membantu," terang dia.

Selain rumah warga, bangunan Sekolah Dasar Negeri (SDN) GBI ikut terendam.

Biasanya, kata Ahmad, guru-guru di SDN GBI terpaksa meliburkan muridnya jika banjir datang.

"Mungkin tadi juga lihat di SD ya, itu di SD paling rendah elevasinya dibanding dengan daerah lain, wah itu perjuangan sekali karena yang sekolah bukan warga sini saja, ada warga daerah lainnya juga," ujar dia.

Ahmad membenarkan bahwa sudah hampir 15 tahun Kompleks GBI dilanda banjir.

Dia menyebut, tahun 2010 banjir sudah melanda, tetapi pada saat itu kondisi Sungai Cipeso masih terbilang normal sehingga air terbilang cepat surut.

Dia menjelaskan, tahun 2015 banjir di Kompleks GBI mulai terbilang mengkhawatirkan.

Saat itu, sedimen Sungai Cipeso sudah mulai meninggi, maka apabila hujan dan debit air tidak tertampung, empat RW di Kompleks GBI terdampak.

"Dulu, debit dan sedimentasi Cipeso masih normal. Sekarang lumpur, sedimentasinya tinggi, jadi otomatis luapannya itu lebih tinggi gitu. Ya harapan kami ini dari pemerintah adanya normalisasi Sungai Cipeso karena kan titik utamanya penyebab banjir di daerah kami itu ya Sungai Cipeso," ucapnya.

Sejauh ini, kata dia, aktivitas normalisasi sungai Cipeso jarang dilakukan;

Adapun aktivitas yang dilakukan oleh pemerintah setempat hanya membersihkan rumput di sekitaran sungai.

"Rutinitas normalisasi ya cuma pengerjaan pembabatan rumput aja gitu. Jadi, pengerukan enggak ada. Nah, itu ya harapan warga kami itu sampai ke pengerukan gitu. Jadi, supaya signifikan ketika hujan datang, aliran lancar gitu," tutur dia.

https://bandung.kompas.com/read/2025/03/04/151538078/banjir-parah-di-griya-bandung-indah-ratusan-rumah-terendam-harap-normalisasi

Terkini Lainnya

Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Regional
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Regional
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com