Salin Artikel

Dedi Mulyadi Sebut Pariwisata Akan Berkembang jika Gunung Kembali Hijau dan Sungai Bebas Sampah

Indonesia, kata dia, memiliki alam sangat indah, gunung yang menjulang, hutan yang hijau, laut membiru dengan ombak yang dahsyat, kemudian aliran sungai yang berkelok.

"Problemnya gunungnya gundul, sungai menyempit, keruh, penuh sampah, laut dan pantai tak tertata, banyak bangunan, kotor," kata Dedi kepada kompas.com, Sabtu (22/3/2025).

Menurut dia, gunung harus kembali hijau, laut kembali bersih, kelok sungai kembali terjaga, serta sampah tidak ada.

"(Jika sudah begitu) Pariwisata pasti berkembang, taruhan sama saya," ujarnya.

Hal lain untuk mengembangkan pariwisata, lanjut Dedi, infrastruktur jalan harus bagus di manapun, petunjuk jalan dan CCTV harus tersedia, serta keamanan pengendara harus terjaga, dan orang berlalulintas secara teratur dan tertata.

"Petugasnya sigap, angkutan laut, udara murah, keselamatan tinggi, nyaman, banyak diskon tiketnya," jelas Dedi.

Masyarakatnya juga harus ramah, menjaga tradisi dan budaya, tidak kerap bohong, dan tidak menaikan tarif angkutan seenaknya terhadap wisatawan.

"(Tidak menggetok tarif) makanan kepada wisatawan. Kejujuran para pelaku usaha di bidang transportasi, makanan, fesyen yang jualan kaos, suvenir, sesuai harga sebenarnya. Enggak boleh nambah-nambahin," tegasnya.

Dedi melanjutkan, negaranya harus aman, bebas dari konflik. Juga tidak ada kemacetan. 

"Tidak ada perkelahian antar geng, antar kampung, antar kabupaten, suku, enggak boleh ada. Harus tertib negaranya, harus nyaman negaranya. Tak boleh ada pemalakan, tak boleh ada premanisme, harus bersih," kata Dedi.

Dia menambahkan, hal lain yang bisa menunjang pariwisata adalah jaringan internetnya harus terkoneksi, telekomunikasinya baik, sinyalnya selalu menyala.

Dedi mengatakan, Indonesia dengan segala potensinya harus menjadi pemain utama di sektor pariwisata global, bukan hanya menjadi pemain lokalan. 

"Apa pemain lokalan? Hanya andalin anak sekolah dari study tour, enggak akan maju negara ini (kalau pemain lokalan). Karena devisanya enggak akan masuk, kita harap devisa negara itu lahir dari kepariwisataan," ujarnya.

Uang dari luar negeri, kata Dedi, harus masuk ke Indonesia. Bukan sebaliknya, uang orang Indonesia lari ke luar negeri.

"Caranya perjalanan tiket Jakarta Bali harus lebih murah dibanding Jakarta Singapura. Jakarta Labuan Bajo harus lebih murah dibanding Jakarta Malaysia. Jika seperti itu, orang luar negeri datang ke kita," katanya.

Perjalanan domestik harus lebih murah dibandingkan perjalanan ke luar negeri. Jika

"Kalau sebaliknya perjalanan luar negeri lebih murah, (orang Indonesia) pada kabur (berwisata) ke luar negeri," jelasnya.

Dedi menegaskan, semua pihak harus membangun branding bangsa dengan harus percaya dan yakin pada keberadaban bangsa.

https://bandung.kompas.com/read/2025/03/22/135247678/dedi-mulyadi-sebut-pariwisata-akan-berkembang-jika-gunung-kembali-hijau-dan

Terkini Lainnya

Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Regional
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com