Salin Artikel

Dedi Mulyadi Blak-blakan ke Prabowo: Masalah Petani Bukan Pupuk, tapi Biaya Obat-obatan

Dedi mengatakan bahwa kesulitan utama petani saat ini bukan lagi soal kelangkaan pupuk, melainkan tingginya biaya obat-obatan untuk mengendalikan hama dan penyakit tanaman.

“Pupuk sudah lancar sekarang, tapi (yang menjadi beban besar) biaya tinggi obat-obatan. Sebelum menanam, mereka sudah harus semprot keong, dan selama dua bulan dari tanam ke panen, nyemprot bisa dua hari sekali,” kata Dedi, yang mengaku dirinya juga seorang petani, dikutip dari tayangan Kompas TV.

Menurutnya, intensitas penyemprotan yang tinggi dilakukan karena hama terus datang silih berganti.

Hal ini menyebabkan ongkos produksi meningkat tajam, dan petani makin tertekan.

Gubernur Dedi juga mengingatkan bahwa lahan pertanian di Jawa Barat kini dalam kondisi jenuh akibat pemupukan terus-menerus tanpa adanya program pemulihan tanah.

“Unsur hara sudah di bawah angka 6. Harus ada langkah nyata untuk mengembalikan kualitas tanah,” ujarnya.

Selain soal biaya produksi, Dedi turut menyoroti persoalan infrastruktur irigasi.

Ia mengaku program kegiatan Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) di Jawa Barat mengalami penurunan dalam beberapa tahun terakhir.

Ia berharap perhatian dari Presiden bisa mengembalikan program tersebut ke jalur semula.

Masalah alih fungsi lahan juga menjadi perhatian. Dedi mengungkapkan bahwa Jawa Barat terus kehilangan lahan pertanian, terutama di kawasan seperti Bekasi.

Meskipun ia telah mengeluarkan peraturan gubernur untuk melarang alih fungsi, ia mengakui sistem tata ruang yang masih menggunakan versi lama dan mekanisme perizinan OSS dari pusat membuat kebijakan tersebut sulit diterapkan maksimal.

Dedi juga meminta pemerintah pusat untuk memperhatikan jaminan kesehatan para petani.

"Mohon perhatian untuk para petani adalah peningkatan asuransi kesehatannya karena banyak di antara petani giiliran sakit tidak ter-cover BPJS atau mereka BPJS mandiri tidak terbayar. Kadang ada bayi yang ditahan di rumah sakit, tapi mulai tahun ini gak boleh ada lagi," ujar Dedi.

Ia juga mendorong agar alat-alat pertanian di Jawa Barat ditambah untuk mendukung peran provinsi ini sebagai penyangga pangan nasional.

Bahkan, ia mengusulkan agar areal kosong milik Perhutani dan PTPN bisa dialihkan untuk produksi pangan, terutama jagung dan padi dengan sistem gogo rancah, penanaman padi tanpa genangan air, yang direncanakan akan dimulai pada musim tanam November mendatang.

“Jawa Barat ini penyangga ibu kota dan lumbung pangan nasional, jadi semua fasilitasnya harus ditambah. Kami siap tanam gogo rancah di seluruh lahan kosong November nanti,” tegas Dedi.

https://bandung.kompas.com/read/2025/04/07/221725478/dedi-mulyadi-blak-blakan-ke-prabowo-masalah-petani-bukan-pupuk-tapi-biaya

Terkini Lainnya

Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Regional
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Regional
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com