Salin Artikel

DPRD Kota Sukabumi Minta Wali Kota Ayep Zaki Minta Maaf soal Dugaan Penggelapan Pajak

SUKABUMI, KOMPAS.com – DPRD Kota Sukabumi meminta Wali Kota Ayep Zaki menyampaikan permintaan maaf kepada publik setelah dalam rapat bersama sejumlah pihak, tidak ditemukan bukti adanya penggelapan pajak seperti yang sempat ia sampaikan melalui media sosial.

Pemanggilan dilakukan DPRD terhadap sejumlah pihak, termasuk Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), dan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) pada Sabtu (11/4/2025) di gedung DPRD Kota Sukabumi.

Pertemuan itu menindaklanjuti pernyataan Wali Kota terkait dugaan kebocoran Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Anggota DPRD Kota Sukabumi, Danny Ramdhani mengatakan, dalam pertemuan tersebut tidak ditemukan adanya indikasi penggelapan seperti yang disampaikan Wali Kota.

“Terkait pengelapan pajak restoran yang dikatakan Wali Kota soal omzet Rp 19 miliar dicatat Rp 1,5 miliar, itu tidak ditemukan pengelapan tersebut,” kata Danny kepada Kompas.com via WhatsApp, Senin (14/4/2025).

Danny juga menyebutkan bahwa Badan Pengelola Keuangan Pendapatan Daerah (BPKPD) tidak memiliki data yang menunjukkan adanya kebocoran sebagaimana disampaikan Wali Kota Ayep Zaki dalam unggahan akun Instagram resminya, @ayepzaki.

“Waktu rapat di hari Sabtu (11/4) itu BPKPD mengeklaim tidak memberikan data seperti yang Wali Kota sebut dalam videonya itu. Ini enggak tahu salah tafsir atau gimana Wali Kota itu,” ujar Danny.

Ia juga membantah klaim Wali Kota yang menyebut BUMD dan BLUD tidak memberikan kontribusi terhadap PAD.

“Bahkan klaim Wali Kota yang menyebut BLUD dan BUMD tak memberikan kontribusi pada PAD, kenyataannya saya tanya kemarin di ruang sidang itu mereka (BUMD dan BLUD) bilang jelas ada memberikan kontribusi,” jelasnya.

Dengan tidak ditemukannya indikasi penggelapan, Danny mendesak agar Wali Kota meminta maaf kepada masyarakat atas pernyataan yang dinilai menimbulkan kegaduhan.

“Jika tidak ada pengelapan omzet restoran sebesar Rp 19 miliar dicatat Rp 1,5 miliar, alangkah baiknya Wali Kota meminta maaf atas kegaduhan ini,” tegasnya.

Sebelumnya, Wali Kota Sukabumi Ayep Zaki dalam unggahan akun Instagramnya menyebut terdapat ketidakwajaran dalam perolehan PAD. Ia juga menyebut beberapa restoran tidak membayar pajak sesuai omzet yang didapat.

“Penyebabnya ini adalah tidak normal, BLUD dan BUMD, di mana BLUD dan BUMD tidak memberi kontribusi PAD. Kedua, pajak daerah, retribusi, maupun perizinan, ini tidak normal. Saya sudah cek, yang omzetnya Rp 12 miliar, tapi dicatatnya hanya Rp 1 miliar. Yang omzetnya Rp 7 miliar, dicatatnya hanya Rp 500 juta, dan ini tidak normal. Sehingga saya akan normalkan, berapa omzet yang sebenarnya dan segitulah yang harus menjadi Pendapatan Asli Daerah," kata Ayep Zaki dalam unggahannya yang dikutip Kompas.com, Sabtu (12/4/2025).

Saat dikonfirmasi Kompas.com, Minggu (13/4/2025), Ayep Zaki mengeklaim telah melakukan pembuktian langsung terkait restoran yang tidak menyetorkan pajak.

“Saya bukan asal bicara, saya sudah makan di satu rumah makan di mana begitu saya bayar makan Rp 250.000, ternyata dicek ke BPKPD uang yang saya bayarkan tidak sampai ke BPKPD,” ujarnya.

“Begitu dikroscek ke badan pendapatan daerah ini tidak ada yang menyetor. Uang yang saya bayarkan itu, dan saya kroscek ke beberapa rumah makan. Saya pakai baju bebas, tidak menamakan Wali Kota saat makan di rumah makan,” kata Ayep.

Namun, ia enggan menyebutkan nama restoran yang dimaksud dengan alasan untuk melindungi pengusaha.

“Saya tidak akan memberikan (informasi) nama rumah makan (mana yang tak membayar pajak), karena pengusaha ini perlu saya lindungi, layani, dan ayomi kan seperti itu,” tutur Ayep Zaki.

https://bandung.kompas.com/read/2025/04/14/153034578/dprd-kota-sukabumi-minta-wali-kota-ayep-zaki-minta-maaf-soal-dugaan

Terkini Lainnya

Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Regional
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com