Salin Artikel

Ubah Limbah Padi Jadi Briket Beraroma, Unsika Dapat Dana dari Amerika

Berkat inovasi briket sekam padi beraroma ini, mereka memperoleh pendanaan dari Pemerintah Amerika.

Sejak setahun lalu, Tim Briket Sekam Beraroma (Brisma) Universitas Singaperbangsa Karawang (Unsika) telah meneliti dan menguji pembuatan briket beraroma dari sekam padi.

Team Leader Brisma, Ikhwanussafa Sadidan, mengatakan bahwa briket beraroma ini dibuat dengan alat sederhana.

Sekam padi dioseng-oseng di wajan sampai berwarna hitam.

Sekam yang menghitam kemudian ditumbuk atau diblender dengan dicampur tepung tapioka sampai halus.

"Kemudian dikeringkan di bawah terik matahari. Kalau ingin cepat, bisa juga diopen," kata Sadidan di Kampus Unsika, Rabu (16/4/2025).

Adapun munculnya ide membuat briket dari sekam ini berawal dari kegagalan saat ingin mengikutsertakan proyek ini ke PKM.

Dosen pengampu kemudian bertanya kepada mahasiswa apakah mereka menyerah atau tetap akan melanjutkan proyek pembuatan briket.

Rupanya, para mahasiswa tak patah arang dan mencoba menangkap peluang.

"Pendanaan awalnya itu di inkubator bisnis Unsika, nah dari sini mungkin terlihat produknya punya nilai dan punya potensi. Juga saya bilang ke mereka, saya coba yang internasional gimana, dan jawabannya ok. Nah dari situ kita langsung cari potensi yang lebih besar. Nah dapatlah yang YSEALI ini," kata Sadidan.

Akhirnya, dosen dan mahasiswa itu berhasil memperoleh hibah dari Pemerintah Amerika Serikat melalui Young Southeast Asian Leadership Initiative (YSEALI) Seeds for the Future.

YSEALI merupakan salah satu lembaga yang menyalurkan berbagai bantuan hibah dana untuk mengembangkan potensi pemuda-pemudi yang ada di Asia Tenggara, termasuk di Indonesia.

"Kalau kemarin itu kita mendapatkan skema hibah untuk pengembangan komunitas, yaitu community development sebesar 8.000 USD," ujar Sadidan.

Sadidan menjelaskan, proposal yang diajukan berjudul "Transforming Rice Husk Into Aromatic Bricade" atau transformasi sekam padi menjadi briket beraroma.

"Jadi kita bekerja sama nanti dengan petani untuk memanajemen limbah mereka, yang biasanya sekam padi dibakar yang menjadi polusi udara dan ke air, sekarang kami ubah menjadi salah satu produk dengan nilai jual yang dapat menjadi penghasilan lebih untuk petani," kata Sadidan.

Sadidan menambahkan, briket beraroma memiliki keunggulan masa terbakarnya lebih lama, yakni bisa 1 sampai 2 jam dibanding arang yang biasa.

Selain itu, polusinya tidak terlalu banyak ketimbang arang konvensional.

Saat dibakar, briket ini akan mengeluarkan aroma wangi, yakni aroma kayu manis dan aroma kayu putih.

"Kalau sekarang baru kita uji hanya dua aroma, yakni aroma kayu manis dan aroma kayu putih. Dan briket ini juga sudah pernah diuji di Unpad," kata Sadidan.

Dari limbah menjadi bernilai ekonomis

Field Coordinator Fawzy Muhammad Bayfurqon mengatakan, dari aspek lingkungan, limbah sekam padi kini bisa bernilai ekonomis lantaran disulap menjadi briket.

Di Karawang, sebagai salah satu lumbung padi nasional, di penggilingan padi, sekam padi banyak yang masih dibakar.

Namun, ada juga yang dijadikan pakan dan alas untuk ternak bebek.

Fawzy menilai, dengan dijadikannya briket beraroma, limbah sekam padi bisa mendatangkan keuntungan, baik secara ekonomi maupun secara lingkungan.

"Artinya petani bisa menjual produk ini sebagai pendapatan sampingan sehingga sumber daya energi kita tetap terpakai. Jadi tidak ada limbah yang terbuang," kata Fawzy.

https://bandung.kompas.com/read/2025/04/17/103322778/ubah-limbah-padi-jadi-briket-beraroma-unsika-dapat-dana-dari-amerika

Terkini Lainnya

Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Regional
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com