Setiap hari, sejak pukul 08.00-15.00 WIB, peluit yang tergantung di lehernya selalu siap ia tiup setiap kali kendaraan keluar-masuk.
Dari pekerjaan ini, ia bisa membawa pulang Rp 80.000 hingga Rp 100.000, cukup untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga dan cucunya.
“Saya punya anak 3, jadi juru parkir kurang lebih sudah 14 tahun di sini,” kata Eti saat ditemui Kompas.com, Kamis (17/4/2025).
Sebelum menjadi juru parkir, Eti sempat berjualan makanan di samping minimarket yang kini ia jaga. Namun, setelah suaminya meninggal, ia harus menjual usaha kecil itu untuk menyambung hidup.
Sejak itu, ia tak lagi malu menjalani profesi yang umumnya dilakukan laki-laki.
“Anak-anak enggak malu mamanya kerja gini, tapi alhamdulillah rezeki itu selalu ada,” tutur Eti sambil tersenyum.
Sebagai juru parkir, suka duka tentu ia rasakan. Mulai dari perdebatan dengan pengendara yang enggan diatur saat menyebrang, hingga kebahagiaan saat ada pelanggan yang memberinya tip lebih.
“Kalau suka duka pasti ada, kayak adu argumen dengan pengendara sih. Nah, kalau uang didapat mah untuk keperluan sehari-hari juga buat ngasih ke cucu,” imbuhnya.
Di balik semua kesederhanaannya, Eti punya pesan yang kuat untuk perempuan lain yang mengalami situasi serupa.
“Buat ibu-ibu yang ditinggal suaminya, kerja apapun jangan malu, yang penting halal dan kita mampu,” pungkasnya.
https://bandung.kompas.com/read/2025/04/17/190712178/14-tahun-jadi-juru-parkir-kartini-masa-kini-bertahan-demi-anak-dan-cucu