Salin Artikel

Hidup di "Jalur Mati", Warga: Tak Apa KA Bandung–Ciwidey Aktif Lagi, Jangan Telantarkan Kami

KOMPAS.com - Rencana Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, untuk mengaktifkan kembali jalur kereta api Bandung–Ciwidey menimbulkan kecemasan di tengah masyarakat.

Bukan karena mereka menolak pembangunan, melainkan karena rumah atau tempat tinggal mereka berdiri tepat di atas jalur yang direncanakan itu.

Salah satu wilayah yang terdampak adalah Kampung Ciluncat, Desa Ciluncat, Kecamatan Cangkuang, Kabupaten Bandung.

Di sana, puluhan kepala keluarga telah membangun kehidupan selama hampir dua dekade di atas rel kereta api yang lama tak beroperasi.

"Kalau warga sebenarnya sudah mulai resah semuanya. Soalnya kata informasi yang beredar, lima tahun ke depan mau dijalankan lagi (jalur KA Bandung–Ciwidey). Jadi warga sudah resah, semua resah," ujar Ketua RT 07/RW 01, Dadan Rustandi (42), saat ditemui pada Jumat (18/4/2025).

Menurut Dadan, hampir seluruh rumah di wilayahnya berdiri di atas jalur rel yang kini sudah difungsikan menjadi jalan setapak atau bahkan fondasi rumah.

Beberapa rumah bahkan masih menyimpan rel di dalam bangunannya, sementara sisanya telah ditutupi dengan beton dan semen.

"Di sini kepala keluarganya ada sekitar 60. Kalau ditambah dengan warga yang mengontrak, ada sekitar 70-an KK. Jika dihitung jiwa, mungkin lebih dari 200 orang," katanya.

Selain rumah tinggal, satu fasilitas umum, yaitu masjid, pun ikut terancam tergusur.

Tak Serta-merta Menolak

Meski begitu, warga tidak serta-merta menolak proyek ini. Mereka justru mendukung program pembangunan asal hak mereka tetap dihargai.

"Kami sebagai warga sebenarnya tidak apa-apa mau dijalankan kembali (KA Bandung–Ciwidey) asalkan pemerintah tidak menelantarkan masyarakat. Yang penting kami ada hunian lagi, tidak masalah mau kecil juga," kata Dadan.

Hal serupa dirasakan warga Kampung Cibeureum Jati, Desa Sadu, Kecamatan Soreang. Iim (36), seorang ibu dua anak, juga tinggal dan membuka usaha di atas bekas jalur kereta.

Ia mengaku cemas jika rencana itu benar-benar terealisasi.

"Sebetulnya, boleh saja (jalur KA Bandung–Ciwidey) kembali diaktifkan, tetapi saya bingung nanti usaha di mana lagi. Soalnya, pasti bangunan ini dibongkar," ujarnya.

Lebih dari 15 tahun tinggal di sana, Iim dan keluarganya sudah membangun hidup, mimpi, dan harapan. Kini, ia merasa serba salah ketika anaknya yang masih kecil mulai ikut memikirkan nasib mereka.

"Anak saya yang kedua, yang masih SD, bahkan bilang ke saya, 'gimana kalau kita diusir, tinggal di mana.' Saya bingung harus jawab apa. Jadi, kalaupun rencana itu ada, harapannya, pemerintah menyiapkan tempat tinggal buat kami," katanya.

(Penulis Kontributor Bandung Kompas.com: M Elgana Mubarokah)

https://bandung.kompas.com/read/2025/04/19/100000078/hidup-di-jalur-mati-warga-tak-apa-ka-bandungciwidey-aktif-lagi-jangan

Terkini Lainnya

Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Regional
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com