Salin Artikel

Wali Kota Bandung Duga Praktik Korupsi di Balik Penumpukan Sampah Pasar Gedebage

BANDUNG, KOMPAS.com - Wali Kota Bandung Muhammad Farhan bersama Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi, menduga ada praktik korupsi di balik penumpukan sampah yang terjadi di belakang Pasar Gedebage.

Penumpukan sampah ini telah berlangsung sejak Desember 2024, dan pemerintah setempat akan menelusuri lebih lanjut dugaan korupsi tersebut.

Farhan menjelaskan, berdasarkan informasi yang diterima, setiap hari pedagang Pasar Gedebage yang saat ini berjumlah lebih dari 700 orang, dikenakan iuran sampah yang diambil setiap hari. Namun, sampah yang terkumpul tidak pernah dikelola.

"Sudah clear, ternyata setiap hari terjadi pemungutan untuk iuran sampah tetapi sampahnya tidak pernah dikelola," kata Farhan di Balaikota Bandung, Jalan Wastukencana, Kota Bandung, Senin (28/4/2025).

Sejak Desember 2024, sampah yang dihasilkan dari pasar dan warga sekitar hanya ditumpuk di belakang pasar. "Dari bulan Desember (2024) sampai hari ini dihitung itu kerugian dari pengangkutan itu mencapai angka miliaran rupiah," ungkapnya.

Farhan menambahkan, pengelolaan sampah di Pasar Gedebage seharusnya dilakukan dengan berbagai metode seperti biodigester, pencacahan, dan refuse derived fuel (RDF) untuk mengurangi kadar air, hingga akhirnya diangkut. Namun, menurut Farhan, semua sistem tersebut tidak berfungsi dengan baik.

"Mesin biodigesternya mati, RDF-nya mati, mesin pencacahnya mati, semua mati. Pengangkutan juga tidak pernah ada dari bulan Desember sampai hari ini, baru hari ini diangkut lah itu sampah," jelas Farhan.

Iuran sampah yang dikenakan kepada pedagang di Pasar Gedebage adalah sebesar Rp5.000 per lapak. Selain itu, warga sekitar yang membuang sampah ke Pasar Gedebage juga turut dikenakan iuran.

Farhan menghitung, jika satu lapak dikenakan iuran Rp 5.000 dan ada 700 lapak, maka sehari iuran yang terkumpul mencapai Rp 3.500.000. Dalam sebulan, jumlahnya lebih dari Rp 100 juta.

"Katakanlah secara bodoh satu lapak Rp 5.000 dikali 700, sudah Rp 3.500.000 sehari, sebulan berarti 100 juta lebih. Anggaplah warga yang ikut buang sampah di sini paling banyak 50 persen, tapi apakah kemudian menghilangkan kewajiban mengolah sampah yang 50 persen, kan tidak," ujarnya.

Pemerintah Kota Bandung bersama Pemerintah Provinsi Jawa Barat berencana melakukan penyelidikan lebih lanjut terkait dugaan korupsi ini. F

arhan menyatakan bahwa penegakan hukum akan dilakukan melalui Polrestabes Bandung, dengan laporan dan pengaduan yang akan disampaikan oleh PD Pasar Kota Bandung.

"Saya sama Pak Dedi Mulyadi sudah berkesepakatan untuk akan melakukan penegakan hukum. Penegakan hukum nanti akan dilakukan melalui Polrestabes Bandung, pelaporan dan pengaduan akan dilakukan oleh PD Pasar Kota Bandung," kata Farhan.

https://bandung.kompas.com/read/2025/04/28/131641078/wali-kota-bandung-duga-praktik-korupsi-di-balik-penumpukan-sampah-pasar

Terkini Lainnya

Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Regional
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Regional
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com