Salin Artikel

Pedagang Ditarik Iuran, 600 Ton Sampah Malah Dibiarkan Menggunung di Pasar Gedebage Bandung

Baunya tak hanya mengganggu pedagang dan pengunjung pasar, namun juga permukiman di sekitar, termasuk kompleks perumahan.

Wali Kota Bandung, M Farhan, menuturkan, masalah ini terjadi karena pasar tersebut tidak memiliki jatah pembuangan sampah ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sarimukti.

Akibatnya, sekitar 1.120 meter kubik atau setara dengan 600 ton sampah menumpuk di bagian belakang pasar hingga meluber.

Seakan menemui jalan buntu, Farhan pun melaporkan kondisi ini ke Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Pemerintah Pusat.

Pada Senin (28/4/2025), Farhan dan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi meninjau lokasi.

Menurut Farhan, dalam tinjuannya itu, sudah ada solusi untuk pengangkutan sampah.

Pihaknya telah berkoordinasi dengan Pemerintah Provinsi Jawa Barat untuk melakukan pengangkutan sampah yang menumpuk itu ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sarimukti, Bandung Barat.

Farhan juga menegaskan bahwa pengangkutan sampah harus dilakukan dengan hati-hati, mengingat potensi bahaya gas metana yang terperangkap di bawah tumpukan sampah.

“Harus hati-hati saat mengangkut sampah, karena ada potensi ledakan akibat gas metana yang terperangkap di bawah,” katanya.

Ia memperkirakan proses pengangkutan sampah ini akan memakan waktu dua hingga tiga hari dengan penggunaan sekitar 40 ritase sampah per hari.

Farhan menyebutkan iuran itu sebagai pungutan liar.

Ia mengungkapkan dugaan pungutan liar terkait iuran sampah yang mencapai sekitar Rp 5.000 per lapak di Pasar Gedebage, dengan sekitar 700 lapak, yang menghasilkan Rp 3,5 juta per hari.

“Sejak Desember 2024 sampai sekarang, kerugian yang diakibatkan oleh pengelolaan sampah yang tidak berjalan dengan baik ini mencapai miliaran rupiah,” ujar Farhan.

Pengelolaan tak berjalan baik karena mesin pencacah sampah di Pasar Gedebage mengalami kerusakan, mesin biodigester mati, dan tidak ada pengangkutan secara rutin.

Uang yang ditarik dari pedagang tak jelas peruntukannya. 

Ambil langkah hukum

Belum diungkap pihak yang menarik iuran tersebut. Namun demikian, Farhan menegaskan bahwa Pemkot Bandung dan Pemprov Jawa Barat akan mengambil langkah hukum terkait dugaan pungli tersebut.

“Saya bersama Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi sepakat untuk melakukan penegakan hukum sebagai langkah pertama, dilanjutkan dengan pengelolaan ulang sampah di Pasar Gedebage,” kata Farhan.

Bau tidak sedap tersebut dapat tercium hingga jarak satu kilometer dari lokasi tumpukan sampah, terutama ketika angin berembus.

Hal ini dikeluhkan oleh warga setempat, Fina Monika (33), yang menyatakan bahwa hampir seluruh warga kompleks merasakan dampak dari bau yang sudah berlangsung lama.

"Sebenarnya, bau sampah itu sudah lama. Saya saja sudah 20 tahun lebih tinggal di sini. Baunya itu sampai ke area depan kompleks," ungkap Fina kepada Kompas.com, Senin pagi.

Dia menambahkan bahwa meskipun masalah ini sudah lama ada, bau paling menyengat terjadi dalam beberapa bulan terakhir.

Menurut Fina, hal ini disebabkan oleh tumpukan sampah yang semakin mendekat dan meluas. "Kalau hujan itu bau banget. Sekarang makin parah," imbuhnya.

Warga lainnya, Azis Warno (29), juga mengeluhkan bau menyengat tersebut.

Dia mengaku sudah merasa bosan dengan kondisi yang ada.

"Sudah pusing, maunya enggak bau lagi. Apalagi kalau sudah banjir, airnya sampai kesini," ungkapnya.

(Penulis: Kontributor Bandung, Putra Prima Perdana)

https://bandung.kompas.com/read/2025/04/29/072411778/pedagang-ditarik-iuran-600-ton-sampah-malah-dibiarkan-menggunung-di-pasar

Terkini Lainnya

Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Regional
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com