Menurut Dedi, pro dan kontra terhadap kebijakannya adalah hal yang lumrah dan menunjukkan bahwa kinerjanya diperhatikan oleh publik.
"Bagus artinya bahwa apa yang saya lakukan diperhatikan," ujar Dedi seusai menghadiri kegiatan di Gedung Sate, Kota Bandung, pada Senin (5/5/2025).
Kritik dari kedua lembaga tersebut muncul karena kekhawatiran bahwa siswa bermasalah ini akan menerima pendidikan yang keras ala militer.
Namun, Dedi menilai kecemasan tersebut tidak beralasan.
Ia menjelaskan bahwa pendidikan yang diberikan oleh para pembimbing dari TNI hanya berkaitan dengan kedisiplinan.
"Karena di lembaga militer dianggap ini tidak punya kewajiban dan keharusan bahkan dianggap militer tidak boleh memberikan pendidikan pada anak remaja," ucapnya.
Dedi menambahkan bahwa pendidikan yang diberikan oleh TNI bukanlah hal baru dalam dunia pendidikan.
Ia mencontohkan beberapa sekolah yang mengadopsi kedisiplinan militer, seperti SMA Taruna Nusantara, yang merupakan sekolah milik tentara.
"Tetapi menurut saya, tentara ini banyak ngajar di tempat terpencil. SMA Taruna Nusantara itu milik tentara. Ketiga, sekolah yang yayasan di bawah TNI, tentara loh gurunya. Paskibraka ini banyak dilatih oleh tentara," kata Dedi.
Gubernur juga mengajak Komnas HAM dan KPAI untuk ikut serta dalam membina para siswa bermasalah dengan metode dan cara mereka masing-masing.
Ia menyatakan, hasilnya dapat dilihat mana metode yang lebih efektif dalam mendisiplinkan siswa tersebut.
Ia juga mengundang Komisi X, KPAI, dan Komnas HAM untuk mengunjungi barak tempat pelatihan.
Saat disinggung mengenai izin dari Presiden Prabowo, Dedi memastikan bahwa program ini telah mendapatkan persetujuan dari pihak TNI.
Ia menjelaskan bahwa izin tersebut menunjukkan bahwa program ini telah mendapatkan restu dari Presiden Prabowo.
"Masa yang gini harus sama Presiden. Gampang atuh membacanya. Program ini menggunakan barak TNI dan Pusdik tempat pelatihan TNI. Diizinkan oleh Panglima TNI, Kepala Staf Angkatan Darat (Kasad), Pangkostrad, Pangdam, dan Dandim. Prinsip sederhana, masa tentara tidak sejalan dengan Presidennya, kan tidak mungkin," terangnya.
Dedi menegaskan bahwa para siswa yang mengikuti program tersebut tetap mendapatkan hak-hak mereka untuk pendidikan formal di sekolah.
Program ini dirancang agar siswa dididik selama beberapa waktu di Rindam, kemudian melanjutkan ke sekolah khusus yang telah ditunjuk.
"Saya jawab, mereka tetap mendapatkan pembelajaran berjalan, walaupun mereka tidak belajar orang bolos terus," pungkasnya.
Kritik Komnas HAM, DPR, dan KPAI
Sebelumnya, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) meminta Dedi meninjau kembali program mengirim anak nakal ke barak militer.
Ketua Komnas HAM, Atnike Nova Sigiro, mengatakan bahwa kebijakan itu harus dievaluasi karena edukasi untuk kalangan sipil bukan kewenangan dari lembaga militer.
"Sebetulnya itu bukan kewenangan TNI untuk melakukan civil education. Mungkin perlu ditinjau kembali rencana itu," kata Atnike saat ditemui di Kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat, Jumat (2/5/2025).
Menurut Atnike, tak masalah jika siswa nakal diajak ke barak TNI sebagai kegiatan edukasi pendidikan karier seperti mengetahui tugas-tugas TNI, tetapi bukan untuk dilatih seperti TNI.
Kritik juga datang dari Anggota Komisi X DPR RI Bonnie Triyana. Politikus PDI-P itu berpandangan bahwa tidak semua persoalan, termasuk persoalan terkait siswa-siswa bermasalah, serta merta bisa diselesaikan oleh tentara.
"Tidak semua problem harus diselesaikan oleh tentara, termasuk persoalan siswa bermasalah," ujar Bonnie dalam keterangan tertulisnya kepada Kompas.com, Rabu (30/4/2025).
Bonnie menekankan bahwa rencana tersebut masih perlu melewati kajian yang matang.
Sebab, terdapat banyak cara untuk membangun atau memperkuat karakter siswa, tidak harus menggunakan cara-cara militeristik yang menurutnya hanya cara instan.
Sementara itu, dikutip dari Kompas.tv, Komisioner KPAI Aris Adi Leksono menilai anak akan menjadi korban stigma dalam program pembinaan siswa bermasalah di barak militer.
Pernyataan itu disampaikan oleh Aris Adi Leksono dalam dialog Sapa Indonesia Pagi KompasTV, Selasa (6/5/2025).
“Pada prinsipnya begini, anak ini masuk dalam kelompok retan, karena dia masuk dalam kelompok rentan maka dia butuh pendekatan-pendekatan khusus, dia butuh perlindungan. Nah di dalam ruang lingkup perlindungan anak itu ada tahapan bagaimana pemenuhan hak anak, yang kemudian baru pada tahapan perlindungan khusus anak,” kata Aris.
“Artinya kalau kemudian program ini menyasar kepada anak-anak yang dalam tanda kutip ya, anak nakal, anak bermasalah, saya kira juga persoalan tersendiri, karena kemudian akan menjadi anak korban stigma,” lanjutnya.
https://bandung.kompas.com/read/2025/05/06/151703878/dikritik-kpai-dan-komnas-ham-dedi-mulyadi-artinya-kebijakan-saya