Selama dua pekan dilatih oleh anggota TNI di asrama Dodik Bela Negara, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Fajril diajarkan untuk selalu disiplin, taat aturan, dan saling menghargai satu sama lain.
Fajril mengungkapkan, tidak ada paksaan dari orangtuanya maupun guru untuk mengikuti program tersebut.
Ia dengan sadar ingin ikut serta dalam pendidikan ini agar bisa menjadi pribadi yang lebih baik.
Sebelumnya, ia mengaku lebih banyak menghabiskan waktu bermain game dan mengabaikan sekolah serta tidak menghormati orangtua.
"Ada keinginan buat belajar jadi lebih baik," ujarnya saat berbincang dengan Kompas.com di Gedung Pakuan, Kota Bandung, Selasa (20/5/2025).
Setelah mengikuti program pendidikan tersebut, Fajril menyadari bahwa keluarga adalah hal terpenting dalam hidupnya.
Rindu rumah senantiasa membayanginya selama di asrama, namun ia terus berusaha menguatkan diri untuk menjadi lebih baik.
Ia juga merasa beruntung bisa berbagi rasa kangen dengan teman-teman barunya di asrama, yang ia anggap sebagai keluarga baru.
Prestasi yang mengagumkan
Di Dodik, Fajril berhasil mengenali dirinya sendiri lebih baik.
Berkat kerja kerasnya, ia menjadi siswa terbaik dalam pelatihan baris-berbaris dan menerima hadiah sebesar Rp 25 juta dari Gubernur Jawa Barat.
Dia membuktikan bahwa program tersebut telah mengubah pribadinya menjadi lebih baik.
Fajril ditunjuk oleh pelatih sebagai salah satu Komandan Pleton (Danton) dalam upacara Hari Kebangkitan Nasional.
"Jadi lebih baik mampu memimpin pasukan dan bicara di depan umum. Jadi Danton, dan juara baris-berbaris terbaik," kata Fajril.
Keseruan dan kenangan di asrama
Fajril juga mengenang berbagai momen menarik selama pendidikan.
Salah satu yang paling mengesankan adalah saat temannya tertangkap membawa rokok ke dalam asrama.
Ia dan teman-temannya dihukum dengan diceburkan ke kolam lele hingga basah kuyup.
Meski begitu, Fajril menganggap peristiwa itu sebagai pelajaran untuk lebih taat pada aturan.
"Ketika teman-teman ada yang membawa rokok ketahuan, diceburin ke kolam lele sampai basah semua," katanya.
Saat ini, Fajril merasa sedih harus berpisah dengan teman-teman asramanya setelah lulus dari program tersebut.
Banyak kisah yang penuh suka dan duka yang akan ia kenang.
"Lega bisa bermain lagi, tapi sedih karena tertinggal atau berpisah dengan teman tidak ketemu lagi," tuturnya.
Pendidikan yang positif dan tanpa kekerasan
Fajril juga membantah isu adanya unsur kekerasan dalam program pendidikan tersebut.
Menurutnya, para siswa diajarkan untuk menghargai diri sendiri dan orang lain serta disiplin.
Para pelatih juga sangat perhatian dengan menyiapkan makanan bergizi dan enak, termasuk sayuran dan daging.
"Hoaks (kekerasan), pertama diajarin bangun pagi, shalat subuh, senam, baris-berbaris, kemudian ke aula untuk belajar, tidak ada kekerasan fisik," jelasnya.
Berbekal pengalaman berharga dari program ini, Fajril semakin mantap dalam bercita-cita untuk menjadi seorang prajurit TNI.
"Saya setelah ini pengen melanjutkan menjadi TNI," pungkasnya.
https://bandung.kompas.com/read/2025/05/20/162904078/cerita-fajril-saat-dididik-di-barak-militer-dulu-pecandu-game-kini-jadi