Salin Artikel

Asap Batu Bara Turun Tiap Malam, Warga Rancaekek: Istri Saya Sampai Batuk, Bayi Dikunci di Kamar

Dalam narasi yang menyertai video tersebut, asap diduga berasal dari pembakaran batu bara milik salah satu pabrik yang berdekatan dengan permukiman warga.

Selama hampir tiga minggu terakhir, warga mengaku terpapar asap setiap hari. Asap itu disebut memiliki bau menyengat, menyebabkan perih di mata, hingga sesak napas.

Amud (40), warga RW 01 Kampung Kekencehan, Desa Cangkuang, membenarkan kondisi itu. Namun, ia menjelaskan, kejadian dalam video terjadi di RW 12 Kampung Cangkuang, masih dalam wilayah Desa Cangkuang, Kecamatan Rancaekek.

“Memang kemarin sempat ramai soal asap pabrik itu, di sana RW 12, kalau ini RW 01, tapi di sini juga terdampak,” kata Amud saat ditemui, Selasa (3/6/2025).

Menurut Amud, istrinya kerap batuk dan mengalami gatal-gatal saat asap dari pabrik muncul. Ia mengatakan, warga yang memiliki bayi bahkan memilih mengunci anak mereka di dalam rumah.

“Istri saya mah sampai batuk. Kalau malam, wah, sudah gatal, pahit ke mulut, pedih juga ke mata. Kalau yang baru punya anak bayi mah, pas sudah keluar batu bara, langsung dibawa masuk ke rumah,” ujarnya.

Amud menambahkan, asap batu bara dari pabrik PT Budi Agung Sentosa biasanya muncul pada malam hari.

“Jadi memang RW sini kena, yang di sana juga kena, tergantung anginnya lagi ke mana,” ucapnya.

Keluhan juga datang dari Ayi Kohar (60), warga Kampung Kekencehan yang rumahnya hanya berjarak 10 meter dari pabrik. Rumah Ayi hanya dipisahkan pagar rumput setinggi satu meter dan jalan kecil yang biasa dilalui pegawai pabrik.

Selain asap, Ayi juga mengeluhkan kebisingan dari blower pabrik yang langsung mengarah ke rumahnya.

“Waktu tahun 2018, blowernya itu langsung mengarah ke rumah saya, bising banget,” kata Ayi.

Ia menyebut, bentuk blower sebelumnya menggunakan corong besar dan diarahkan ke permukiman. Setelah warga protes dan dimediasi oleh Polsek Rancaekek, corong blower dipotong dan ditutup dengan plastik. Namun, plastik penutup itu tak bertahan lama.

“Dulu bentuk blower enggak gini, setelah ada teguran dari Polsek baru. Kami pikir itu pabrik dzalim banget, akhirnya warga protes,” ujar Ayi.

“Dari warga mah pengennya ditutup. Kata pihak pabrik butuh biaya, dan akhirnya ditutup pakai plastik. Tapi da cuma kuat berapa bulan, kan,” sambungnya.

Menurut Ayi, asap batu bara biasanya turun pada malam hari. Akibatnya, warga sering mengalami batuk, dan debu tebal menempel di perabotan rumah.

“Anginnya bau kalau sudah ada asap datang, debunya sangat tebal, apalagi di plafon, tebal banget. Semalam saya merasa gatal, saya cek ternyata asap lagi turun,” tutur Ayi.

Ayi juga mengatakan, awalnya pihak pabrik meminta izin ke warga untuk membangun gudang, tapi yang berdiri adalah pabrik. Selain itu, pabrik semula berjanji hanya beroperasi sampai pukul 17.00 WIB, tetapi kenyataannya beroperasi hingga pukul 23.00 WIB.

“Jadi warga tuh sering mengeluhkan ke pengurus, terus diadukan. Pada kenyataannya, pihak kelurahan juga enggak mampu. Warga sudah komplain beberapa kali, tapi da warga ada istilah susah lawan orang yang punya uang mah,” ucapnya.

“Ini kalau sudah ada aduan warga tuh, pasti yang diajak audiensi itu cuma pengurus saja. Kemudian banyak juga warga mengeluhkan banyak pegawai pabrik yang bubar pakai jalur warga, bukan jalur pabrik,” lanjut Ayi.

Ayi menyebut Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Bandung sempat datang untuk inspeksi. Namun, saat itu blower pabrik dimatikan.

“Sempat ada sidak dari DLH, tapi sering sudah mati si blower-nya. Kalau DLH sudah pergi, baru dinyalakan lagi,” katanya.

Pihak perusahaan, lanjut Ayi, sempat memberi kompensasi berupa air bersih kepada warga. Namun, air tersebut tidak bisa digunakan untuk minum karena bercampur sedimen lumpur.

“Kalau ngasih ya ngasih air, tapi da kondisi airnya begitu. Harus disaring dan enggak bisa dipakai minum, paling cuci baju dan mandi saja, karena kalau enggak disaring ya kebawa lumpurnya,” ujar Ayi.

https://bandung.kompas.com/read/2025/06/03/145846578/asap-batu-bara-turun-tiap-malam-warga-rancaekek-istri-saya-sampai-batuk-bayi

Terkini Lainnya

Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Regional
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Regional
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com