Salin Artikel

Pagi Suram Macet di "Waktu Indonesia Bagian Bojongsoang", Sabar dan Mental Baja Jadi Ujian Warga

BANDUNG, KOMPAS.com - Bak di medan palagan, saling balas suara klakson layaknya dua kubu yang siap menyerang.

Tak jarang, deru mesin dan knalpot membuat telinga meradang.

Pagi yang suram di sepanjang Jalan Raya Bojongsoang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.

Padatnya lalu lintas penyambung Kota Bandung dan Kabupaten Bandung itu menjadi potret yang melekat, terutama di kening para pengendara.

Kesabaran pengendara meski setebal baja, pasalnya tersendatnya putaran roda tidak hanya terjadi di jalur Kota Bandung menuju Kabupaten Bandung, tetapi sebaliknya, kembar identik.

Tak jarang saling caci atau sesuatu yang bebal semakin membuat riuh di tengah bisingnya saling balas klakson.

Terdapat tiga titik kepadatan paling parah di Jalan Raya Bojongsoang.

Mulai dari pertigaan Cikoneng, kemudian pertigaan Podomoro menuju ke Kampus Telkom University, hingga di jalan Ciganitri menuju Sekolah Dasar (SD) Cipagalo.

Ketiga titik itu menjadi arena paling sibuk, terutama pagi dan sore hari.

Hanafi (28), salah satu warga Kampung Ciganitri, mengatakan, kemacetan di Jalan Raya Bojongsoang sudah bukan lagi momok yang menakutkan bagi dirinya.

Hampir dua dekade, ia bergelut dengan macet tersebut.

Tersulut emosi, saling serobot, hingga berbalas klakson sudah jadi pemandangan biasa.

"Wah, sudah biasa saya mah dengan macet di sini (Jalan Raya Bojongsoang), dari zaman SMA, kuliah, sampai sekarang kerja jalur ini sudah akrab dengan saya," katanya ditemui di sela-sela kemacetan, Jumat (20/6/2025).

Hanafi menceritakan bagaimana dia mesti mendisiplinkan waktu agar tak terjebak kemacetan terlalu lama di jalur Bojongsoang.

Dulu, kata dia, sejak pertama diberi izin membawa sepeda motor ke sekolah, ia kerap terlambat, lantaran padatnya jalur Bojongsoang.

Selain tiga titik kepadatan, kadang masuk di wilayah Kota Bandung, terutama di jalur Buah Batu, kepadatan pun masih kerap terjadi.

"Diakui dulu sering banget terlambat ke sekolah, lima menit, 10 menit karena macet akut ini," ujarnya.

Agar tak terlambat masuk kelas, Hanafi mengaku mesti berangkat satu jam lebih awal.

"Kalau masuk jam 07.00 WIB, saya jam 05.30 WIB harus sudah jalan kalau mau selamat atau enggak kejebak macet di jalan," ujarnya.

Benar saja, siasat berangkat lebih awal menjadi solusi jangka pendek baginya agar tak lagi terlibat di medan palagan Bojongsoang.

"Sampai sekarang jadi terbawa terus, setidaknya enggak terlambat ke tempat kerja-lah," kata dia.

Kendati pada pagi hari dia bisa menyelamatkan diri, berbeda dengan sore hari.

Dia mengaku masih belum menemukan strategi yang pas untuk mensiasati macet Bojongsoang.

Pasalnya, kata Hanafi, sore hari hampir semua pekerja pulang ke rumah dan tak sedikit jumlah warga yang tinggal di Bojongsoang, Kabupaten Bandung.

"Begini, kalau sore saya pulang jam 17.00 WIB, saya lebih memilih tidak pulang langsung, saya istirahat dulu, shalat Maghrib dulu di kantor, karena kalau pas jam 17.00 WIB pulang sudah pasti sampai ke rumah jam 19.00 WIB atau lebih," ungkapnya.

"Perjalanan sore hari tak berbeda dengan pagi hari, semua hampir sama, padat dan menjengkelkan," tambahnya.

Apalagi ketika Kecamatan Dayeuhkolot dilanda banjir luapan Sungai Citarum, Jalan Raya Bojongsoang sudah dipastikan mengalami kepadatan dari pagi hingga sore hari.

"Kalau banjir itu, bisa beberapa kilometer macetnya, dari Buah Batu bisa sampai Baleendah," ujar dia.

Tak sedikit, kata dia, karena khawatir terlambat ke tempat kerja, pemandangan saling caci hingga berkelahi menjadi tontonan.

Solusi jangka panjang bukan tidak pernah ada, Hanafi menyebut sempat membaca jika Bupati Bandung Dadang Supriatna sudah mewacanakan pembangunan jembatan layang atau flyover.

"Jujur saya menunggu banget, meskipun nanti pas proyek pembangunan pasti macetnya bertambah, yang terpenting mah ada solusi," ungkapnya.

Sementara Wisnu Nugraha (21), salah satu mahasiswa Telkom University, mengeluhkan hal serupa.

Tak hanya butuh kesabaran ekstra untuk bisa berkendara di jalur Bojongsoang, tetapi mesti kuat sindiran dari rekan-rekan.

Pasalnya, teman kuliah Wisnu kerap menyebut jalur Bojongsoang sebagai WIBO (Waktu Indonesia Bagian Bojongsoang).

Sindirian itu, kata Wisnu, lantaran kemacetan di Bojongsoang bisa memakan waktu yang panjang, terutama saat Baleendah banjir.

"Mungkin karena macetnya suka lama, jadi ada kata WIBO itu, seolah-olah Bojongsoang punya waktu sendiri, terutama saat macet. Nah, teman-teman di luar Bandung yang baru tahu macetnya kaya gitu, punya anekdot kaya gitu. Itu terjadi di teman-teman nongkrong saya," ujar Wisnu.

Ditanya terkait adanya petugas yang mengatur lalu lintas, Wisnu mengaku kerap melihat beberapa saja.

Biasanya, petugas tersebut terdiri dari petugas kepolisian dan Dinas Perhubungan (Dishub) kemudian Satpam dari Podomoro atau Telkom University.

"Di beberapa suka ada, polisi gitu sama Dishub, tetapi seringnya satpam yang ada saja di pinggir jalan," ujar dia.

"Kalau pun ada polisi atau Dishub yang siaga, toh macet tetap terjadi, tetapi paling tidak arus lalu lintasnya tertib, enggak saling serobot," ucapnya.

Yuli Susanti (37), salah seorang warga Cikoneng yang menyekolahkan anaknya di SD Cipagalo, menyebut kemacetan di Bojongsoang butuh perhatian serius.

"Bayangin, saya anak sudah dua, semua sekolah di sini, dari awal masukkan sekolah anak pertama ini macet udah kaya gini," ungkapnya.

Dia mengaku lebih memilih menjemput anak dengan berjalan kaki daripada membawa sepeda motor karena dengan berjalan kaki, Yuli dan anaknya bisa mencari jalur alternatif menuju rumah.

"Kan ada jalan gang gitu-lah, kalau macet parah wah malah lama di jalan, mana anak lapar, gerah pengen ganti seragam, apalagi kalau pas banjir, udah gak bisa ngomong-lah," tutur Yuli.

Keluhan kemacetan, kata dia, tidak hanya datang dari dirinya saja.

Rata-rata orang tua murid atau tetangga di sekitar rumahnya sering mengeluhkan hal yang sama.

"Kalau dibilang jenuh, capek, stres, pasti, tetapi mau gimana lagi sudah begini," terang dia.

Kendaraan di dua lajur baru akan terurai sekitar 09.00 WIB hingga siang hari, memasuki sore terutama pukul 17.00 WIB hingga pukul 19.00 WIB, kemacetan di Jalur Bojongsoang pasti terulang, baik dari arah Kota Bandung menuju Kabupaten Bandung atau sebaliknya.

https://bandung.kompas.com/read/2025/06/20/105244278/pagi-suram-macet-di-waktu-indonesia-bagian-bojongsoang-sabar-dan-mental-baja

Terkini Lainnya

Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Regional
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Regional
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com