"Kita beranggapan bahwa ada azas yang sebetulnya diperbolehkan dalam aturan mekanisme untuk representatif honor pengurus. Namun pandangan penyidik honor ini dianggap bersifat melawan hukum. Padahal, tidak diatur secara jelas di dalam Permendagri itu tentang tata kelola keuangan daerah apakah representatif honor diperbolehkan atau tidak," kata Rizki Dris Muliyana, kuasa hukum Eddy Marwoto (EM), Dodi Ridwansyah (DR), dan Deni Nurhadiana Hadimin (DNH), di Bandung, Rabu (25/6/2025).
Rizki mengatakan belum ada regulasi yang tegas mengenai penggunaan dana hibah untuk pembayaran honor pengurus organisasi. Ia menyebut hal ini lazim dilakukan, termasuk dalam penyaluran hibah kepada KPU dan Bawaslu saat Pilkada.
“Mereka juga mendapatkan hibah dari pemerintah daerah, ini tidak jauh berbeda. Di aturan sendiri, menurut pandangan kita sebagai penasihat hukum bahwa itu sah-sah saja. Karena bentuk dari sebuah hibah itu diperbolehkan untuk diberikan honor kepada seseorang maupun non-ASN,” ujar Rizki.
Ia menambahkan, kekosongan hukum itu menjadi dasar pembelaan yang akan dikedepankan dalam persidangan. Menurutnya, perumusan delik harus secara tegas menyebut unsur melawan hukum.
Kejaksaan Tinggi Jawa Barat (Kejati Jabar), kata dia, menuding ketiga kliennya menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 1,5 miliar dari total hibah Rp 6,5 miliar. Namun, ia menyebut hingga kini belum ada pernyataan resmi dari lembaga audit yang menguatkan dugaan tersebut.
“Pada waktu itu, kalau tidak salah ada (pemeriksaan keuangan), tapi bukan audit inspektigatif. Jadi sampling pada saat waktu itu, pernah ada dari BPKP (Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan),” katanya.
“Jadi mungkin nanti di persidangan akan diungkap hasil audit mereka seperti apa. Sampai detik ini belum ada pernyataan BPKP maupun dari APIP (Aparat Pengawasan Intern Pemerintah) menyatakan bahwa ada kerugian negara,” tambah Rizki.
Pengacara lain, Ibnu Gifari, menilai perkara ini unik karena menyangkut organisasi Gerakan Pramuka yang mendapatkan hibah melalui permohonan sah. Dalam proposal yang diajukan, kata dia, honor representatif untuk pengurus sudah dicantumkan sejak awal.
"Proposal ini sudah dievaluasi dan akhirnya hibahnya cair. Kalau dari awal bermasalah, mengapa sampai lolos saat pengajuan proposal. Kami akan fokus ke sana, sifatnya melawan hukum atau tidak. Apakah penggunaan honor representatif itu melawan hukum atau tidak," kata Ibnu.
Sebelumnya, Kejati Jabar menetapkan empat orang sebagai tersangka kasus korupsi dana hibah Pramuka: Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga Kota Bandung EM, mantan Kadispora DR, mantan Sekda YI, dan Ketua Harian Kwarcab DNH.
Ketiganya ditahan di Rutan Kelas I Bandung selama 20 hari sejak 12 Juni 2025. Sementara tersangka YI tidak ditahan karena sudah lebih dulu ditahan dalam kasus korupsi lain di Kebun Binatang Bandung.
Aspidsus Kejati Jabar Dwi Agus Arfianto menyampaikan, kasus ini berawal dari pencairan dana hibah tahun 2017, 2018, dan 2020. Dalam pengajuan proposal, tersangka YI dan DR disebut bersepakat untuk mencantumkan biaya representatif bagi pengurus Kwarcab serta honorarium staf.
"Kedua jenis biaya tersebut tidak diatur dalam keputusan Wali Kota Bandung," kata Dwi.
Ia menyebut dana hibah yang diterima kemudian digunakan tidak sesuai peruntukan, disertai pertanggungjawaban fiktif. “Perbuatan para tersangka ini telah menyebabkan kerugian negara sebesar 20 persen dari dana hibah Rp 6,5 miliar yang telah dicairkan,” ujarnya.
https://bandung.kompas.com/read/2025/06/25/111739478/pengacara-tiga-tersangka-kasus-hibah-rp-65-miliar-pramuka-bandung-tuduhan