Salin Artikel

Teras Cihampelas, Proyek Rp 48 M Era Ridwan Kamil Mau Dibongkar, Dedi Mulyadi: Bau Asam

"Pak Wali Kota harus merapikan Jalan Cihampelas karena jalannya menyempit dan bau haseum (asam)," kata Dedi saat bersama Farhan di Bandara Husein Sastranegara Bandung, Jalan Pajajaran, Kota Bandung, Rabu (2/7/2025).

Dedi mengatakan, Wali Kota Bandung Muhammad Farhan harus berani menertibkan Jalan Cihampelas meski di atasnya terdapat bangunan Teras Cihampelas yang merupakan bangunan monumental peninggalan Ridwan Kamil yang saat itu menjabat Wali Kota Bandung.

"Pak Wali Kota ini saya lihat pemberani, tetapi ada sedikit takutnya," ujar Dedi sambil tertawa.

Sementara, Farhan mengatakan, bangunan menghabiskan Rp 48,5 miliar dalam pembangunanya itu diusulkan untuk dibongkar karena masalah tata ruang. 

"Ada masalah dengan tata ruang," ujar Farhan.

Menurut Farhan, keberadaan Teras Cihampelas, skywalk ikonik yang dibangun di masa Ridwan Kamil, saat ini tidak hanya menyebabkan kemacetan, tapi juga mengganggu keindahan visual Jalan Cihampelas, yang selama ini dikenal sebagai salah satu koridor kota bersejarah.

"Dampaknya adalah bahwa Jalan Cihampelas yang harusnya bisa kita lestarikan sebagai salah satu jalan bersejarah dengan pagar-pagar pohon yang luar biasa, dengan adanya si Teras Cihampelas menjadi terganggu," ungkapnya.

Padahal, awalnya Teras Cihampelas dirancang sebagai tempat relokasi para pedagang kaki lima (PKL) serta sekaligus objek wisata vertikal bagi pengunjung.

Namun, menurut Farhan, fungsi tersebut saat ini tidak berjalan dengan baik.

"Saya mah bukan ahli ya, tapi rasa-rasanya, saya sebagai pengguna jalan merasa seperti ada yang salah (dengan Teras Cihampelas)," tuturnya.

Meskipun pembongkaran menjadi salah satu opsi yang diusulkan, Farhan menegaskan bahwa Pemerintah Kota Bandung tidak bisa serta-merta membongkar fasilitas tersebut tanpa proses administratif yang panjang.

"Sambil menunggu usulan-usulan lainnya, karena saya mesti bicara dengan DPRD, saya mesti bicara dengan Badan Keuangan dan Aset Daerah, yang akan kita lakukan, satu, Satpol PP standby 24 jam untuk keamanan. DSDABM akan memperbaiki toilet, membersihkan segala macam vandalismenya. Kemudian dari Dinas Perhubungan akan memasang penerangan jalan lingkungan plus pedestrian di bawah sehingga tidak gelap dan hieum," ujarnya.

Ditolak warga

Rencana pembongkaran Teras Cihampelas yang diusulkan Dedi Mulyadi, menuai penolakan dari warga dan pedagang kaki lima (PKL) yang mencari nafkah di lokasi tersebut.

"Buat apa dibongkar, sudah tanggung, mendingan ditata lagi saja biar lebih nyaman," ujar Taufik Budi Santoso, warga Cimaung, Cihampelas saat ditemui di Cihampelas, Kamis (3/7/2025).

Taufik mengakui, kondisi Teras Cihampelas saat ini kurang terawat dan rusak akibat aksi vandalisme. Namun ia menilai, pembongkaran bukan solusi yang tepat.

"Ya sangat disayangkan sekali Teras Cihampelas yang dulu bersih sekarang banyak gambar-gambar kaya gini, jadi enggak enak dilihat. Mudah-mudahan ke depan bisa rapi lagi," tambahnya.

Dindin Wardiman, seorang warga Setiabudi, juga menolak rencana tersebut.

Ia berpendapat, meski banyak fasilitas yang rusak dan terdapat aksi vandalisme, Teras Cihampelas tetap menjadi salah satu destinasi ikonik Kota Bandung.

"Kalau sekarang disayangkan saja enggak terawat, seharusnya bisa jadi obyek wisata. Tapi kalau banyak coretan-coretan gini enggak enak dilihat, jadi terlihat kumuh. Tapi sayang juga kalau dibongkar, bangunan sudah ada ngapain dibongkar, tinggal ditata ulang," ungkapnya.

Sementara itu, Aan Suherman, seorang pedagang nasi ayam goreng dan sambal terasi di teras 7, mengaku omzetnya bisa mencapai Rp 800.000 per hari, bahkan hingga Rp 1,5 juta saat ramai.

"Alhamdulillah saya banyak pelanggan dari karyawan yang kerja di Cihampelas Walk (Ciwalk) sama kantor-kantor lain seperti PT KAI," jelasnya.

Ia menolak keras rencana pembongkaran dan mengusulkan agar anggaran untuk pembongkaran dialokasikan untuk modal pedagang.  (Kontributor Bandung Putra Prima Perdana)

https://bandung.kompas.com/read/2025/07/04/062036378/teras-cihampelas-proyek-rp-48-m-era-ridwan-kamil-mau-dibongkar-dedi-mulyadi

Terkini Lainnya

Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Regional
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Regional
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com