Salin Artikel

Longsor Puncak Bogor Makan Korban, Menteri LH Surati Dedi Mulyadi

BOGOR, KOMPAS.com - Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Hanif Faisol, menegaskan akan mengambil langkah hukum tegas terkait kerusakan lingkungan di kawasan Puncak, Bogor, Jawa Barat. Ia pun sudah menyurati Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi. 

Pernyataan ini disampaikan setelah terjadinya bencana yang mengakibatkan jatuhnya korban jiwa di wilayah hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung.

Berdasarkan laporan yang diterimanya, Hanif mengungkapkan, tiga orang tewas dan satu orang hilang akibat bencana longsor dan banjir.

Salah satu korban diketahui merupakan tamu yang sedang menginap di sebuah vila yang dibangun di area rawan longsor.

"Seharusnya bangunan seperti ini tidak boleh ada di kawasan rawan longsor. Kami akan melakukan penegakan hukum lingkungan karena ini sudah menimbulkan korban jiwa," tegas Hanif saat meninjau lokasi kejadian pada Senin (7/7/2025).

Hanif menjelaskan, pihaknya akan menerapkan Pasal 98 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Pelanggaran terhadap pasal ini dapat dikenakan hukuman penjara 3 hingga 10 tahun serta denda antara Rp3 miliar hingga Rp10 miliar.

Selain menyasar pemilik bangunan, Hanif juga mengkritik kebijakan tata ruang Pemerintah Provinsi Jawa Barat.

Ia menyoroti hilangnya 1,2 juta hektar kawasan lindung dalam revisi tata ruang tahun 2022 dibanding 2010.

"Kami telah menyurati Gubernur Jawa Barat (Dedi Mulyadi) agar segera merevisi tata ruang. Revisi yang sekarang ini sudah makan banyak korban jiwa. Ini bukan hanya keteledoran, kami akan dalami apakah ada unsur kesengajaan," ujarnya.

Hanif menambahkan, perubahan fungsi lahan tersebut menyimpang dari Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) yang telah dikeluarkan Kementerian Lingkungan Hidup.

"Jika sudah menimbulkan korban terus-menerus, kami tidak segan menyelidiki seluruh pihak yang terlibat dalam revisi tata ruang tersebut," imbuhnya.

Terkait penindakan di lapangan, Hanif mengungkapkan, pihaknya telah memerintahkan Bupati Bogor untuk mencabut sembilan izin lingkungan bangunan yang disegel.

Namun, hingga saat ini, baru tiga izin yang resmi dicabut, sementara enam lainnya masih dalam tahap evaluasi.

Dari total 33 bangunan yang disegel, empat di antaranya telah masuk tahap pembongkaran.

Beri Waktu Sepekan untuk Dibongkar

Kementerian Lingkungan Hidup memberikan waktu satu pekan bagi pemilik vila untuk membongkar bangunan secara mandiri sebelum pemerintah turun langsung.

“Proses hukumnya kami tarik dulu. Kalau pidana, bangunan tetap dibiarkan sebagai barang bukti sidang. Namun, untuk pelanggaran administratif, bisa langsung kami bongkar,” jelasnya.

Hanif menegaskan, sekitar 7.500 hektar lahan di kawasan hulu DAS Ciliwung harus segera direhabilitasi.

Upaya ini akan dilakukan dengan menanam kembali pohon-pohon keras untuk menahan laju air dan mencegah longsor.

“Saya sebagai Menteri akan menekan semua pihak Gubernur, Bupati, Camat, hingga Lurah untuk patuh terhadap prinsip perlindungan lingkungan,” ujar Hanif.

Ia juga menambahkan bahwa penindakan akan menyasar vila-vila milik pribadi maupun korporasi.

Penyelidikan akan menentukan apakah pelanggaran yang terjadi bersifat administratif atau pidana.

"Kerusakan lingkungan tidak bisa lagi ditoleransi. Korban sudah mulai berjatuhan," pungkas Hanif.

https://bandung.kompas.com/read/2025/07/08/180910978/longsor-puncak-bogor-makan-korban-menteri-lh-surati-dedi-mulyadi

Terkini Lainnya

Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Regional
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com