Salin Artikel

Demo Bencana Puncak Bogor, Mahasiswa Bakar Foto Dedi Mulyadi dan Rudy Susmanto

BOGOR, KOMPAS.com – Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Mimbar Orasi (Mosi) Nusantara menggelar demonstrasi di Simpang Ciawi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Kamis (10/7/2025).

Aksi tersebut dilakukan sebagai bentuk protes terhadap maraknya pembangunan di Kawasan Puncak, yang dituding sebagai penyebab utama bencana berulang yang mengakibatkan korban jiwa di wilayah tersebut.

Dalam aksinya, mahasiswa membakar foto Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi dan Bupati Bogor Rudy Susmanto.

Pembakaran tersebut menjadi simbol kekecewaan terhadap pemangku kebijakan yang dianggap gagal mencegah kerusakan lingkungan yang berujung pada bencana.

"Hari ini kami kecewa kepada gubernur dan bupati, sebagai warga Kabupaten Bogor. Bencana di Puncak terus terjadi karena maraknya pembangunan di zona resapan air yang masih terus dibiarkan," kata Koordinator Aksi Mosi Nusantara, Dydan Afrizal, kepada Kompas.com.

Dydan menegaskan, kawasan Puncak seharusnya dijaga sebagai zona resapan air yang memiliki fungsi vital bagi kehidupan warga Jabodetabek.

Namun, alih-alih dilindungi, kawasan tersebut justru terus dibebani pembangunan berbasis bisnis yang mengorbankan fungsi ekologisnya.

Gimmick Konten

Ia juga mengkritik sikap Gubernur Dedi Mulyadi yang dinilai hanya bermain gimmick lewat vlog dalam menangani masalah lingkungan di Puncak.

"Gubernur hanya jadi aktor lewat vlog medsosnya. Cara-cara seperti itu hanya untuk konsumsi pencitraan agar muncul kebanggaan mengambil hati rakyat, biar kelihatan ada kepedulian, nyatanya tidak ada tindakan konkret," ucap Dydan.

Dydan mengungkapkan, dari 33 perusahaan yang disegel, hanya tiga yang izinnya benar-benar dicabut. Sisanya tetap beroperasi seperti biasa.

"Aksi penyegelan itu hanya untuk konsumsi. Faktanya, kami sudah cek ke lapangan, masih banyak perusahaan yang tetap beroperasi," ujarnya.

Ia juga mengkritisi Bupati Bogor Rudy Susmanto yang hingga kini belum menindaklanjuti rekomendasi dari Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) untuk mencabut izin perusahaan yang bermasalah.

"KLH sudah merekomendasikan agar bupati mencabut izin. Tapi sampai sekarang belum dilaksanakan. Ini menjadi tanda tanya besar. Jangan-jangan ada indikasi perusahaan memberi CSR untuk 'menenangkan' kepala daerah," ujar Dydan.

Dydan pun menyinggung keberadaan tugu helikopter di Jalan Alternatif Sentul yang dibangun  salah satu perusahaan.

Menurutnya, ada kekhawatiran bahwa proyek seperti itu merupakan bentuk barter agar pemerintah daerah menutup mata terhadap pelanggaran lingkungan.

"Kami khawatir pemberian CSR dijadikan alat tukar agar izin perusahaan di Puncak tetap dipertahankan. Padahal dampaknya jelas, bencana terus terjadi dan korban jiwa terus berjatuhan," tutur dia.

Aksi mahasiswa ini, lanjut Dydan, bukan sekadar unjuk rasa, tetapi bentuk kepedulian terhadap nasib warga dan kelestarian alam di Kabupaten Bogor.

Ia berharap masyarakat dan semua pemangku kebijakan bisa mengambil peran agar kerusakan tidak terus meluas.

"Kita semua harus ambil peran. Mahasiswa, masyarakat, dan terutama pejabat daerah harus berhenti berpura-pura peduli. Sudah saatnya ada langkah nyata," tegasnya.

Dydan menambahkan, pembangunan terus terjadi dengan orientasi bisnis tanpa kajian ilmiah yang memadai.

Ia menegaskan, mereka tidak menolak bisnis, tetapi harus berdasarkan studi ilmiah, bersama masyarakat, pemerintah, dan ahli lingkungan.

https://bandung.kompas.com/read/2025/07/10/200903478/demo-bencana-puncak-bogor-mahasiswa-bakar-foto-dedi-mulyadi-dan-rudy

Terkini Lainnya

Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Regional
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com