Salin Artikel

Saat Dedi Mulyadi Sekolahkan Putri Bungsunya di Sekolah Biasa...

Dalam video tersebut, Dedi terlihat berbincang santai dengan Hyang—sapaan akrab putrinya—yang baru saja pulang dari sekolah dasar.

Dedi membuka percakapan dengan bertanya, “Nih yang, habis dari mana nih yang teh?”

Hyang pun menjawab polos, “Idan. Ya, habis sekolah?”

“Iya,” jawabnya singkat.

Dedi melanjutkan dengan sejumlah pertanyaan seputar sekolah: dari nama sekolah, teman sekelas, hingga aktivitas yang dilakukan.

“Sekolah di mana?” tanya Dedi.

“Di SD.”

“SD apa namanya?”

“Pakuan (SDN Sukasari I Subang),” jawab Hyang dengan percaya diri.

Saat Dedi menanyakan teman sekelasnya, Hyang menyebut satu nama: Idan. Mereka bahkan duduk sebangku di kelas.

“Tadi di sekolah ngapain aja?” tanya Dedi.

“Aku anaknya Garut,” kata Hyang, yang membuat Dedi sempat bingung dan tertawa kecil menanggapi celoteh putrinya.

Obrolan hangat berlanjut saat Hyang mengungkap rencananya untuk berkunjung ke Garut menghadiri pesta pernikahan kakaknya, Maulana Akbar Ahmad Habibie, hingga keinginan untuk mengajak teman-teman sekolahnya jalan-jalan ke Ancol dan Seaworld.

Anak Pejabat di sekolah biasa

Percakapan antara Dedi Mulyadi dengan putri bungsunya, Ni Hyang Sukma Ayu memantik perhatian warganet. Bukan hanya sikapnya yang lucu, perhatian sejumlah warganet tertuju pada sekolah tempat Ni Hyang belajar.

Ni Hyang belajar di SDN Sukasari I Subang atau dikenal SD Pakuan, sebuah sekolah biasa yang tak jauh dari kediaman Dedi Mulyadi, Lembur Pakuan, Subang.

Warganet menyebut, biasanya anak-anak pejabat bersekolah di sekolah-sekolah swasta yang terkenal dan mahal. Bahkan ada yang belajar di sekolah internasional.

Namun Dedi sendiri malah menyekolahkan putri bungsunya ke SD negeri terdekat dan statusnya sekolah biasa.

"Ni Hyang anak pejabat sekolahnya merakyat," tulis akun @Soxxxx yang diakhiri dengan emotikon api.

"Salut sekelas anaknya pak Gubernur sekolahnya di SDN biasa," tulis akun @momxxxx.

Sementara itu, dikonfirmasi terpisah via sambungan telepon, Dedi Mulyadi mengatakan Ni Hyang bersekolah di SD almamaternya atau tempat Dedi kecil belajar.

"Itu SD negeri biasa. Dulu saya sekolah di sana saat SD," ujar Dedi.

Ia mengaku sengaja menyekolahkan putri bungsunya itu sekolah biasa karena ingin ikut memajukan.

Dedi pun menyindir para pejabat yang menyekolahkan anaknya ke sekolah bergengsi yang jauh, atau kepala sekolah yang menyekolahkan anaknya ke sekolah lain.

"Itu artinya ia sendiri meragukan sekolah yang dipimpinnya, atau sekolah di sekitarnya. Seharusnya mereka itu bantu untuk mengembangkan sekolah tersebut agar menjadi lebih baik," kata Dedi.

https://bandung.kompas.com/read/2025/07/16/140955578/saat-dedi-mulyadi-sekolahkan-putri-bungsunya-di-sekolah-biasa

Terkini Lainnya

Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Regional
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Regional
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com