Salin Artikel

Pengamat Ingatkan Dedi Mulyadi Terkait Larangan Study Tour, “Bunuh” Pariwisata?

BANDUNG, KOMPAS.com — Kebijakan larangan study tour yang dikeluarkan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi melalui surat edaran (SE) menuai kritik dari pengamat.

Kebijakan ini dinilai berpotensi menimbulkan kerugian besar bagi sektor pariwisata jika diterapkan tanpa evaluasi jangka panjang.

Pengamat kebijakan publik Universitas Parahyangan (Unpar), Kristian Widya Wicaksono, menilai langkah tersebut bisa menjadi pukulan telak bagi para pelaku usaha yang bergantung pada wisata pelajar.

“Karena di situ kan banyak tenaga kerja yang selama ini menggantungkan hidup dan penghasilannya dari sektor tersebut. Ini tentu Gubernur Jabar perlu mempertimbangkan,” kata Kristian dikutip dari Tribun Jabar, Selasa (21/7/2025).

Dampak Sudah Terasa

Kristian menyebut, walaupun baru beberapa bulan diterapkan, kebijakan ini sudah memunculkan dampak negatif terhadap ekonomi pariwisata di daerah. Jika terus dipertahankan, bukan tidak mungkin sektor tersebut akan mati.

“Apakah gubernur memang menginginkan kematian sektor kegiatan usaha pariwisata tersebut atau seperti apa?” ujarnya.

Perlunya Evaluasi Berdasarkan Data

Menurut Kristian, saat ini gubernur memiliki dua opsi, mendengarkan keluhan pelaku usaha dan mempertimbangkan kembali keputusannya, atau tetap mempertahankan kebijakan dengan dasar evaluasi berbasis data.

“Sekarang dia kan bisa mengevaluasi, karena pasti data sudah terlihat, bagaimana dampaknya terhadap dunia usaha yang berhubungan dengan pariwisata,” ucapnya.

Ia menekankan, kebijakan publik harus dibuat dengan pendekatan berbasis bukti, bukan hanya karena desakan sebagian pihak atau intuisi semata.

“Ini kan sudah eranya evidence based policy, jadi tidak bisa mengambil keputusan hanya berdasarkan intuisi atau hanya berdasarkan keluhan parsial dari sejumlah orang tua saja yang merasa anaknya memaksakan diri mengikuti kegiatan study tour,” tutur Kristian.

Keadilan Kunci Kebijakan Sosial

Kristian juga mendorong pemerintah untuk menyiapkan alternatif yang bisa menggairahkan kembali pariwisata ketika study tour tetap dibatasi. Menurut dia, keadilan menjadi kunci dalam setiap kebijakan sosial.

“Itu tanggung jawab dia dong, kalau pelajar nggak boleh bagaimana dengan yang lainnya. Gubernur harus memikirkan itu, jangan ngambil keputusan lalu kemudian banyak yang merasakan dampak buruknya terus dibiarkan ya tidak adil. Keadilan hal yang sangat penting dalam mengambil keputusan,” katanya.

Ia juga mempertanyakan apakah larangan ini benar-benar menyelesaikan persoalan yang ada.

“Jadi pemecahan masalahnya seperti apa itu yang harus dipertanyakan. Sudah tuntas belum masalahnya? Kalau tidak menuntaskan masalah, artinya intervensi yang dilakukan tidak efektif,” pungkas Kristian.

Dedi Mulyadi Tetap Larang Study Tour

Gubernur Jabar, Dedi Mulyadi menegaskan, larangan study tour bertujuan melindungi para orangtua dari kewajiban membayar biaya yang dianggap tidak esensial bagi pendidikan anak.

“Komitmen saya tetap untuk menjaga ketenangan para orangtua supaya tidak terbebani biaya yang bukan bagian dari pendidikan,” katanya.

Ia menambahkan, keputusan ini merupakan bentuk keberpihakan pemerintah kepada masyarakat luas demi menjaga keberlangsungan pendidikan yang lebih terjangkau.

“Saya akan tetap berpihak pada kepentingan rakyat banyak, memastikan pendidikan berjalan tanpa dibebani biaya-biaya yang tidak mendukung pembentukan karakter anak,” tegas Dedi.

Artikel ini telah tayang di TribunJabar.id dengan judul Pengamat Unpar: Kebijakan Dedi Mulyadi Soal Larangan Study Tour Bisa Bikin Mundur Sektor Pariwisata

https://bandung.kompas.com/read/2025/07/22/105259178/pengamat-ingatkan-dedi-mulyadi-terkait-larangan-study-tour-bunuh-pariwisata

Terkini Lainnya

Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Regional
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Regional
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com