Salin Artikel

Bandung Termacet Se-Indonesia: Farhan Ingin Smart Beneran, Pengamat Ingatkan Revolusi Lalu Lintas

BANDUNG, KOMPAS.com - Kota Bandung masih menjadi kota dengan tingkat kemacetan tertinggi di Indonesia berdasarkan laporan dari perusahaan pemetaan lalu lintas, TomTom Traffic Index 2024. 

Menanggapi hal tersebut, Wali Kota Bandung, Muhammad Farhan mengatakan, untuk mengatasi kemacetan di Kota Bandung, perlu disiapkan sejumlah strategi berbasis teknologi dan tata kelola waktu di beberapa titik, terutama persimpangan jalan yang kerap menjadi tempat  mengularnya kendaraan, baik roda empat maupun roda dua.

"Saya perhatikan di beberapa titik yang padat, seperti di kawasan Jalan Riau yang banyak sekolah, sudah mulai ada penguraian. Itu karena kami coba mengatur ulang jam masuk sekolah agar tidak menumpuk di jam yang sama," ujar Farhan di Balai Kota Bandung, Rabu (23/5/2025). 

Meski demikian, Farhan mengatakan efektivitas dalam kebijakan tersebut masih harus dibuktikan lewat data.

Menurut dia, saat ini Pemkot Bandung juga tengah menyiapkan strategi penyesuaian durasi lampu lalu lintas berdasarkan kepadatan kendaraan secara real-time dengan memanfaatan teknologi Area Traffic Control System (ATCS). .

Farhan meenjelaskan Pemerintah Kota Bandung saat ini sudah memiliki ATCS yang mumpuni. Namun, ATCS belum sepenuhnya berfungsi secara otomatis karena keterbatasan data pendukung. 

“Alatnya sudah siap untuk otomatis, tetapi data durasi lampu hijau dan merah yang disesuaikan dengan waktu dan hari itu kami belum punya. Kami perlu big data dari perusahaan," bebernya.

Saat ini, Pemkot Bandung tengah mencari skema kerja sama dengan pihak penyedia data untuk memanfaatkan data pergerakan kendaraan menggunakan GPS sebagai acuan pengaturan lalu lintas yang lebih presisi.

Menurut dia, hal tersebut diproyeksikan bisa menjadi solusi jangka panjang bagi kemacetan Kota Bandung. 

"Saatnya Bandung jadi smart beneran. Alat-alat canggih sudah ada, tinggal dimanfaatkan dan didukung dengan data yang akurat," ucapnya. 

Farhan mengungkapkan, Pemerintah Kota Bandung punya banyak infrastruktur dan teknologi yang sudah tersedia sejak lama, tetapi belum digunakan secara optimal karena keterbatasan integrasi data.

"Selama ini kan, masih manual. Harusnya bisa otomatis, apalagi sekarang semua sudah serba digital," ungkapnya.

Perlu Revolusi Sistem Lalu Lintas

Dihubungi terpisah, pengamat sekaligus praktisi lalu lintas, Kombes Pol Edwin Affandi mengatakan, Kota Bandung perlu revolusi sistem pengaturan lalu lintas melalui teknologi modern seperti traffic light adaptif berbasis kecerdasan buatan (AI) yang bisa menjadi kunci untuk mengurai benang kusut kemacetan di simpang jalan.

"Sistem fixed time tidak lagi relevan untuk kondisi lalu lintas yang dinamis. Diperlukan sistem cerdas yang bisa menyesuaikan waktu hijau berdasarkan kondisi riil di lapangan,” ujar Edwin.

Edwin menuturkan, terdapat tiga penyebab yang menjadi masalah utama kemacetan di simpang jalan di Kota Bandung.

Pertama, waktu lampu hijau yang tidak responsif. Menurut dia, dengan pengaturan waktu tetap, tidak akan bisa menyesuaikan dengan variasi volume kendaraan yang datang sehingga waktu lampu hijau bisa terbuang sia-sia.

"Kedua, adanya tumpang tindih arus saat lampu hijau menyala, arus dari satu arah sering kali tertahan karena kendaraan dari simpang lain sudah memenuhi area tengah persimpangan," jelasnya. 

Masalah ketiga, lanjutnya, yaitu jarak dan kecepatan kendaraan yang masih jauh saat lampu hijau menyala sehingga membuat kendaraan kerap gagal melintas. Hal itu berdampak menghambat efisiensi arus dan memperpanjang waktu tunggu berikutnya.

Selain itu, Edwin mengatakan, kemacetan pun memiliki beberapa dampak yang sangat merugikan masyarakat, di antaranya dapat menghambat 25 persen hingga 40 persen waktu perjalanan, peningkatan emisi dan polusi serta memicu stres, kecemasan, serta gangguan pernapasan akibat paparan polusi.

"Di sisi lain juga kemacetan berdampak pada kerugian ekonomi karena kendaraan yang terjebak macet mengonsumsi lebih banyak bahan bakar hingga 30 persen dibanding kondisi normal," tandasnya. 

https://bandung.kompas.com/read/2025/07/23/152257178/bandung-termacet-se-indonesia-farhan-ingin-smart-beneran-pengamat-ingatkan

Terkini Lainnya

Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Regional
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com