Salin Artikel

Duduk Perkara KJA di Pangandaran: Susi Pudjiastuti Geram, Dedi Mulyadi Menolak

BANDUNG, KOMPAS.com – Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi satu suara dengan Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti. Mereka menolak keberadaan keramba jaring apung (KJA) di kawasan Pantai Timur Pangandaran.

Polemik KJA di Pangandaran mengemuka setelah Susi Pudjiastuti, menyampaikan kekecewaannya melalui media sosial.

Susi menilai pemberian izin usaha kepada tiga perusahaan swasta untuk mengelola KJA di kawasan wisata tersebut tidak tepat dan melukai masyarakat Pangandaran yang menggantungkan hidup dari sektor wisata dan perikanan tangkap.

"Hari ini saya sebagai rakyat Bapak, sangat sangat prihatin dan luar biasa terluka. Menghadiri rapat atas pengkavlingan izin KJA di Pantai Timur Pangandaran. Di mana ternyata Pantai Timur Pangandaran sudah diberikan izin kepada 3 perusahaan untuk membuat KJA," ujar Susi, dikutip dari akun X @susipudjiastuti.

Susi juga mengingatkan janji Presiden Prabowo Subianto ketika berkunjung ke Pangandaran beberapa waktu lalu. Menurutnya, Prabowo kala itu berkomitmen untuk mengganti bagan bambu agar pantai lebih indah sekaligus meningkatkan produktivitas nelayan tangkap.

“Dulu Bapak Presiden Prabowo waktu berperahu, sudah berjanji yang sangat kita hargai untuk mengganti bagan-bagan bambu supaya Pantai Pangandaran lebih indah dan perikanan tangkap lebih produktif lagi,” kata Susi.

Menanggapi hal tersebut, Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Jawa Barat memastikan akan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap pemberian izin KJA di Pangandaran.

Kepala DKP Jabar, Rinny Cempaka, mengatakan pihaknya telah menghimpun berbagai masukan dari pemangku kepentingan, termasuk dari Susi Pudjiastuti, Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI), Forum Bela Wisata, serta tokoh masyarakat lokal.

“Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Barat mengambil langkah strategis untuk memastikan pengelolaan ruang laut yang berkelanjutan dan berkeadilan,” ujar Rinny saat dihubungi, Kamis (7/8/2025).

Ia menjelaskan, DKP Jabar juga akan mendampingi Pemerintah Kabupaten Pangandaran dalam proses revisi izin Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL). Evaluasi ini, kata Rinny, mempertimbangkan aspek hukum, lingkungan, hingga sosial ekonomi masyarakat setempat.

“Sekaligus memastikan kebijakan yang diambil selaras dengan prinsip keberlanjutan ekosistem serta kepentingan masyarakat lokal,” katanya.

Dedi Mulyadi Tegaskan Menolak

Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, juga menegaskan keberatannya atas keberadaan keramba jaring apung di kawasan wisata Pangandaran.

Menurutnya, wilayah yang sudah berkembang sebagai destinasi pariwisata tidak seharusnya dialihfungsikan menjadi lokasi budidaya perikanan.

“Saya termasuk yang akan mengevaluasi. Kalau itu bertentangan dengan prinsip-prinsip ekosistem lingkungan dan keberlanjutan kawasan Pangandaran yang sudah tumbuh menjadi kawasan wisata, tentu tidak bisa dilanjutkan,” ujar Dedi di Sasana Budaya Ganesha (Sabuga), ITB, Bandung, Kamis (7/8/2025).

Dedi menyebut pandangannya sejalan dengan Susi Pudjiastuti.

“Bu Susi itu dari sisi pandangan, ekosistem, dan konservasi selaras dengan apa yang saya pikirkan. Laut yang sudah menjadi kawasan wisata tidak boleh diubah fungsi tata guna lautnya. Biarkan tetap menjadi hamparan pantai,” katanya.

Ia menambahkan, pembangunan keramba atau bentuk budidaya laut lain di zona wisata bisa merusak lingkungan sekaligus mengganggu mobilitas kapal nelayan.

“Tidak boleh lagi ada kavling-kavling keramba dan sejenisnya. Itu akan menurunkan daya dukung lingkungan, mengganggu pandangan laut, dan bisa menghambat lalu lintas kapal nelayan atau orang yang berselancar,” ucap Dedi.

Deklarasi Penolakan dari Pelaku Wisata

Sikap Susi dan Dedi mendapatkan dukungan dari masyarakat Pangandaran.

Sebanyak 19 komunitas pelaku wisata mendeklarasikan penolakan terhadap keramba jaring apung di Pantai Timur Pangandaran.

Mereka menilai keberadaan KJA akan mengganggu daya tarik wisata, ekosistem laut, hingga aktivitas nelayan tradisional.

Dalam deklarasi yang digelar di Susi International Beach Strip Pamugaran, Rabu (13/8/2025), Susi bahkan melakukan video call dengan Dedi Mulyadi untuk memastikan sikap Gubernur.

“Ini Pak Gubernur sudah menolak 100 persen. Hatur nuhun, Pak Gubernur,” kata Susi, yang langsung disambut sorak meriah para peserta deklarasi.

Antara Konservasi dan Izin Usaha

Duduk perkara polemik ini bermula dari izin yang diberikan Direktorat Pengelolaan Ruang Laut KKP kepada tiga perusahaan untuk membangun KJA di kawasan Pantai Timur Pangandaran.

Susi menyebut keputusan itu tidak sejalan dengan aturan tata ruang laut, yang seharusnya membatasi aktivitas industri dalam radius 1–2 mil laut dari pantai.

“Yang beri izin, Dirjen Penataan Ruang Laut gelo (gila), teu nyaho pagawean jeung kaayaan (tidak tahu pekerjaan dan kondisi lapangan),” kata Susi dengan nada geram.

Ia mempertanyakan mengapa KJA justru ditempatkan hanya 200 meter dari bibir pantai, padahal masih banyak lokasi lain yang lebih sesuai.

Menurut Susi, keberadaan KJA di kawasan wisata tidak masuk akal. “Gelo, teu waras (gila, tidak waras), sakit panas, tak masuk akal,” ucapnya.

https://bandung.kompas.com/read/2025/08/16/063623778/duduk-perkara-kja-di-pangandaran-susi-pudjiastuti-geram-dedi-mulyadi-menolak

Terkini Lainnya

Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Regional
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com