CIREBON, KOMPAS.com - Polemik kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di Kota Cirebon masih dikeluhkan warga.
Warga memohon Wali Kota dan Gubernur Jawa Barat memberikan kepastian perhitungan pajak seperti tahun 2023.
Diskon tarif dan stimulan yang diberikan pemerintah bersifat sementara dan dinilai masih sangat memberatkan.
Hal ini dialami oleh Yayat, salah satu warga Kota Cirebon yang tinggal di pinggir jalan RW 10, Kelurahan Pegambiran, Kecamatan Lemahwungkuk.
Yayat, yang merupakan buruh harian tukang las, mengeluhkan kondisi tersebut.
Bagi Yayat, nilai hitungan PBB yang ditetapkan pemerintah terhadap bangunan rumahnya sangat memberatkan.
Meski berada di pinggir jalan, kondisi keuangan dirinya sebagai kepala keluarga tidak sebanding dengan angka yang tertera di dalam PBB yang sangat tinggi.
Upah Rp 120.000 per hari untuk menafkahi istri dan dua anaknya masih belum cukup untuk memenuhi kebutuhan harian dan bulanan yang sering mendadak.
Ia tidak dapat menabung, apalagi membayar PBB yang naik berkali-kali lipat.
"Saya tinggal di pinggir jalan, tetapi lihat, pinggir jalan di sini, satu mobil berhenti saja langsung macet. Terus lihat kemampuan saya, buruh harian satu hari dapat Rp 120 ribu, untuk makan dan nafkah istri saja kadang kurang, itu kalau kerja, sedangkan kerjaan tidak setiap hari, bagaimana mau bayar pajak yang naik," keluh Yayat saat ditemui Kompas.com di rumahnya, Senin (18/8/2025) petang.
Kepada Kompas.com, Yayat menunjukkan perbedaan nilai mencolok dari surat tagihan PBB tahun 2022 dengan tahun 2024, setelah Perda Nomor 1 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) ditetapkan pada tahun 2024 lalu.
Pada tahun 2022 dan 2023, Yayat masih mampu membayar sebesar Rp 389.231.
Sementara di tahun 2024, Yayat harus membayar Rp 2.377.450.
Mendapati hal itu, Yayat mendatangi BKD dan Bappeda di tahun 2024 untuk menyampaikan nota keberatan.
Yayat disyaratkan melengkapi Surat Keterangan Tidak Mampu, Surat Keterangan dari Lurah, Camat, dan lainnya sebagai dokumen penyerta.
Yayat mendapatkan diskon potongan sebesar Rp 594.363 sehingga total nilai PBB yang harus dibayar Yayat menjadi Rp 1.783.087.
Meski telah mendapatkan bonus dan stimulan dari pemerintah, Yayat menilai jumlah tersebut masih sangat tinggi bagi dirinya yang merupakan buruh lepas tanpa penghasilan tambahan.
Alhasil, Yayat tidak mampu membayar PBB tahun 2024 yang akhirnya menunggak.
Tak berhenti di situ, Yayat pun semakin kaget karena diskon tersebut tidak berlaku di tahun 2025, karena masa tenggat bonus di tahun 2024 yang diberikan pemerintah hanya dalam batas kurun waktu tertentu.
Hingga saat ini, Yayat masih belum dapat membayar pajak.
"Pajak tahun kemarin belum dibayar karena setelah dari Rp 2,3 juta dapat stimulus Rp 590-an jadi Rp 1.780-an, masih memberatkan sekali. Ini setelah saya ke BKD Dispenda minta keringanan, saya disuruh bikin SKTM, kelurahan, kecamatan, itu pun dipotong 50 persen itu, bagi saya masih memberatkan," keluh Yayat.
Yayat menyadari, kenaikan PBB yang sangat melonjak drastis terjadi karena Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) rumahnya melonjak drastis.
Tahun 2022 dan 2023, tertulis dalam PBB, NJOP rumahnya Rp 399 juta.
Sementara di tahun 2024, NJOP rumahnya mencapai Rp 1,198 miliar.
Kenaikan ini tidak sebanding dengan nilai upah yang Yayat dapat dari buruh harian.
Begitupun dengan upaya jual rumah senilai Rp 1,1 miliar yang sangat tidak mudah dalam waktu dekat.
Dia menunjukkan dua rumah yang tepat beriringan dengannya yang dijual di angka Rp 900 juta.
Sejak dipasang iklan tahun-tahun sebelumnya, hingga hari ini belum laku terjual.
Yayat memohon kepada Wali Kota Cirebon dan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, agar dapat memberikan kepastian perhitungan pajak.
Menurutnya, kondisi ini sangat memberatkan, tidak hanya bagi dirinya, tetapi juga banyak warga lainnya.
Ia mengungkapkan bahwa banyak warga tidak bersuara karena takut, padahal mereka sama-sama merasakan keberatan.
https://bandung.kompas.com/read/2025/08/18/203641878/cerita-buruh-las-cirebon-terpaksa-tunggak-bayar-pajak-karena-naik-tinggi