Salin Artikel

Tangis Nenek Korban Banjir Sukabumi: Bayar Kontrakan Aja Berat, Kadang Makan Kadang Tidak

KOMPAS.com - Kisah seorang nenek di Kota Sukabumi kembali menyita perhatian publik setelah unggahan videonya tersebar luas di Facebook.

Ia adalah Atin (54), warga Kampung Cibungur, Kelurahan Sindangpalay, Kecamatan Cibeureum. Rumah sederhananya luluh lantak diterjang banjir pada Oktober 2024, namun hingga kini belum ada perbaikan berarti.

Dalam video berdurasi 1 menit 47 detik itu, Atin dengan suara lirih memohon bantuan.

“Assalamualaikum, bumi abdi kena musibah kabanjiran. Saha wae anu bade ngabantos,” ucapnya penuh harap.

Hidup Menumpang di Kontrakan

Sejak rumahnya roboh, Atin bersama cucunya terpaksa menumpang di kontrakan sederhana dengan biaya sewa Rp 400 ribu per bulan.

“Bayar kontrakan aja berat, kadang makan kadang tidak. Saya sudah janda, kerjaan hanya buruh tani,” tutur Atin dikutip dari Tribun Jabar, Selasa (26/8/2025).

Kondisi ini membuatnya semakin terhimpit. Penghasilan sebagai buruh tani yang tidak menentu ditambah biaya sekolah cucu membuat kesehariannya penuh tekanan.

Sesekali ia hanya bisa mengandalkan kiriman uang dari anaknya yang merantau ke Kalimantan.

Janji Bantuan yang Tak Kunjung Datang

Tetangga Atin yang merekam video tersebut mengaku kecewa karena laporan kerusakan rumah sebenarnya sudah disampaikan ke pihak kelurahan sejak lama. Petugas bahkan sempat mendokumentasikan kondisi rumah.

“Muhun ieu teh bumi tos hampir bade sataun korban kebanjiran. Pejabat-pejabat di kelurahan ngan saukur dipoto hungkul, hampir sataun teu acan aya bantosanana,” kata tetangganya dengan nada kecewa.

Atin pun mengaku hingga kini hanya bisa menunggu tanpa kepastian.

“Dulu banyak yang datang, ngambil foto, nanya-nanya, tapi sampai sekarang belum ada perbaikan. Saya nunggu terus, tapi ya begitu-begitu saja,” ujarnya.

Bencana yang Tinggalkan Luka Panjang

Data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) mencatat, sepanjang 2024 Sukabumi mengalami berbagai bencana dengan total kerugian mencapai Rp 9,47 miliar.

Banjir menjadi yang paling sering terjadi, tercatat hingga 248 kali sepanjang tahun.
Atin masih mengingat jelas malam mencekam 6 Oktober 2024, ketika air bah merendam rumahnya.

“Saya lagi sama cucu waktu itu. Hujan deras nggak berhenti, air masuk, rumah ambruk. Semua barang hilang, cuma pakaian yang dipakai aja tersisa,” kenangnya.

Harapan Sederhana: Rumah Layak

Kini, di usia yang semakin menua, Atin hanya ingin kembali memiliki tempat tinggal yang aman.

“Pengennya rumah dibenerin, cuma itu. Saya nggak minta apa-apa. Rumah aja, biar bisa tinggal sama cucu dengan tenang,” ucapnya.

Pesan sederhana itu ditutup oleh harapan tetangganya dalam video yang viral.

“Saha wae anu ningali video ieu, mudah-mudahan ka ketuk hatina niat kange ngabantos warga abdi ieu,” katanya.

Artikel ini telah tayang di TribunJabar.id dengan judul Kisah Haru Atin Terpaksa Mengontrak karena Rumah Rusak Akibat Banjir Besar di Sukabumi Setahun Lalu

https://bandung.kompas.com/read/2025/08/26/082442078/tangis-nenek-korban-banjir-sukabumi-bayar-kontrakan-aja-berat-kadang-makan

Terkini Lainnya

Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Regional
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com