BANDUNG, KOMPAS.com - Melisa Sabrina (33) telah mengabdikan diri sebagai penjaga ribuan koleksi buku, naskah, dan majalah tua di Perpustakaan Ajip Rosidi di Jalan Garut, Kota Bandung, Jawa Barat, sejak 2019.
Lulusan Sastra Inggris ini tidak pernah membayangkan dirinya akan terjun ke dunia perpustakaan, namun ia tetap bertahan lebih dari enam tahun.
"Basic utamanya karena pendidikan saya sastra. Jadi dengan sendirinya pasti ada ketertarikan sama perpustakaan. Kebetulan memang ada tawaran, jadi memang diambil kesempatannya," ucap Melisa saat ditemui Kompas.com, Kamis (11/9/2025).
Meskipun Melisa enggan disebut sebagai pustakawan karena tidak memiliki latar belakang pendidikan ilmu perpustakaan, setiap hari ia berhadapan dengan tumpukan buku langka dan pengunjung yang datang untuk riset atau membaca.
"Kalau judulnya pustakawan pasti ada ekspektasinya ilmunya sudah tahu dan segala macam kayak itu. Untuk hindari kesalahpahaman itu, jadi memang jabatannya ditulisnya petugas perpustakaan," ujarnya.
Kebahagiaan di Perpustakaan
Melisa mengakui bahwa awal bekerja di perpustakaan bukanlah perkara mudah.
Ia harus menyesuaikan diri dari ilmu sastra ke manajemen perpustakaan, termasuk merawat buku-buku, mendata, hingga melayani pengunjung yang datang dengan ekspektasi tinggi.
Pengunjung perpustakaan pun beragam, mulai dari mahasiswa yang mencari referensi tugas hingga orangtua yang ingin melanjutkan bacaan lama mereka.
"Pengunjung rata-rata yang datang untuk riset, dari mahasiswa S1 sampai S3 bahkan dosen yang mau nulis buku. Saya sering merasa tidak bisa membantu maksimal karena pengetahuan saya terbatas," katanya.
Meski menghadapi keterbatasan, Melisa selalu menemukan kebahagiaan tersendiri dari setiap buku yang dibersihkan atau ditemukan, yang membawanya pada pengetahuan baru.
"Perpustakaan tuh serandom-randomnya hal paling random yang pernah dibaca itu pasti bisa dibaca ada kayak gitu. Jadi hal-hal yang paling random kayak dan itu tuh hal yang menyenangkan karena oh kita tuh belajar yang baru," tutur dia.
Koleksi di Perpustakaan Ajip Rosidi terbilang unik, mencakup karya sang empunya, naskah asli, majalah lama, hingga buku-buku sumbangan penulis besar Indonesia.
Namun, Melisa menyayangkan minimnya perawatan koleksi, sehingga rentan mengalami kerusakan, terutama karena banyak koleksi yang sudah berumur puluhan tahun.
"Yang paling disayangkan adalah kurang perawatan dari bukunya. Gimana caranya kita memastikan buku ini sampai ke generasi selanjutnya, itu yang agak kurang," katanya.
Melisa menyadari pentingnya peran perpustakaan dalam menjaga literasi.
Namun, ia berpendapat bahwa tugas tersebut tidak cukup hanya dengan menunggu pengunjung datang.
"Kalau dibilang penjaga api literasi, harus lebih banyak lagi. Karena petugas perpustakaan itu ada di tempat sumber bukunya, tapi kita enggak bisa terus nunggu orang datang. Justru harus jemput bola," katanya.
Dari segi kesejahteraan, Melisa memilih untuk tetap bertahan di pekerjaannya saat ini karena alasan realistis.
Ia mengakui bahwa kondisi pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia menjadi salah satu faktor yang membatasi pilihan pekerjaan.
"Di atas kertas, lebih baik tetap lanjut kerja daripada terlalu idealis. Misalnya karena gajinya kurang besar lalu memutuskan keluar, buat saya enggak masuk akal. Mending lanjut kerja sambil cari," ucapnya.
Bagi Melisa, menjadi petugas di Perpustakaan Ajip Rosidi bukan sekadar pekerjaan, melainkan juga menambah pengalaman baru.
Ia beberapa kali diundang sebagai pembicara atau peserta siniar.
"Jadi kita banyak yang diundang untuk diskusi atau ikut acara dan segala macam. Nanti dengan sendirinya kita akan jadi tahu oh ternyata permasalahannya lebih dalam daripada yang dilihat ini," pungkas Melisa.
https://bandung.kompas.com/read/2025/09/11/215516378/perjalanan-melisa-sabrina-menjaga-koleksi-langka-di-perpustakaan-ajip-rosidi